Kaimana, Detikpapua.Net – Masyarakat adat Kaimana secara tegas menolak adanya dugaan upaya sistematis dalam rangka memuluskan skema melawan kotak kosong, pada Pilkada serentak di Kabupaten Kaimana 27 November mendatang.
Ekspresi penolakan tersebut ditunjukan masyarakat adat yang berasal dari 8 Sub Suku Asli Kaimana, melalui aksi demo di Depan Kantor Bawaslu Kaimana, Selasa (03/09/2024).
Bahkan kedelapan sub suku asli Kaimana ini tidak datang sendiri. Mereka menggandeng perwakilan suku-suku asli Papua dan nusantara, satu dalam gerakan yang sama, menginginkan Pilkada Kaimana dilakukan secara demokratis.
Aksi demo yang dilakukan masyarakat adat di Kantor Bawaslu Kaimana, sejatinya tidak hanya luapan kekecewaan karena tidak diakomodirnya Paslon Abdul Rahim Furuada – Luther Rumpombo (Rambo), yang oleh Bawaslu gugur karena persyaratan.
Tetapi lebih kepada ekspresi kerinduan, akan keleluasaan masyarakat memilih, guna menentukan siapa figur terbaik untuk memimpin Kaimana 5 tahun kedepan.
Gejolak yang terjadi beberapa hari belakangan, sesungguhnya merupakan ekspresi dari kesadaran kolektif masyarakat, yang secara sadar melihat bawasannya mereka tidak berada pada posisi menguntungkan, ketika mereka tidak diberi ragam pilihan untuk kemudian menentukan berdasarkan hati nurani, siapa figur yang hendak diberi kepercayaan menjadi pemimpin.
“Tidak ada tanah kosong, semua ada penghuninya. Jadi tidak ada kotak kosong,” ujar Amos Oruw perwakilan massa aksi dalam orasinya di Kantor Bawaslu Kaimana, Selasa (03/09/2024).
Pernyataan Amos Oruw ini tentu bisa dimaknai sebagai sebuah pesan bagi elit politik Kaimana, bahwa masih ada figur lain, masih ada orang lain lagi yang diinginkan masyarakat dan dianggap layak menjadi pemimpin di Kaimana.
Sekaligus Amos menegaskan bahwa skema kotak kosong, bukan cara yang elok, gentlemen dan berwibawah pada sebuah momen pesta demokrasi untuk merengkuh kekuasaan.
Momen Pilkada sebagaimana digaungkan sebagai sebuah pesta demokrasi, mestinya dilakoni dengan penuh sukacita oleh masyarakat. Satu pilihan yang ditentukan harus lahir dari sebuah keikhlasan, bukan keterpaksaan, apalagi keputusasaan karena tidak adanya pilihan lain.
Amos Aruw secara tidak langsung bukan hanya menjadi pengawal pemilu berkeadilan dan demokratis, tetapi mengusung misi besar lain, yang mungkin saja lahir dari realitas kehidupan masyarakat Kaimana yang menginginkan adanya perubahan, dari kehidupan di waktu sebelumnya yang kurang menguntungkan.
“Akar rumput menangis, rakyat menangis, ekonomi tidak berjalan dengan baik, hanya oligarki yang menikmati dan rakyat hanya menonton. Kami datang untuk mengawal aspirasi sebagai anak negeri, berikan kami ruang untuk bertarung dalam pilkada pada tanggal 27 November mendatang, mau head to head atau tiga poros tetap kami lawan,” demikian Amos Aruw.