Sorong, detikpapuanet – Provinsi Papua Barat Daya memiliki potensi ekonomi dan sosial yang besar, namun masih menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan.
Hal ini terungkap dalam makalah berjudul ‘Analisis Data Strategis Provinsi Papua Barat Daya Tahun 2025,” yang dipresentasikan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Papua Barat Daya, Dr. Sellvyana Sangkek, SE, M.Si.
Makalah tersebut mengupas berbagai indikator kunci yang menjadi dasar pengambilan kebijakan di daerah.
Diuraikan Dr. Sellvyana, berdasarkan Booklet Data Strategis 2025 yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat Daya, pertumbuhan ekonomi di provinsi ini menunjukkan tren positif dengan peningkatan di sektor perdagangan dan pariwisata serta surplus perdagangan internasional.
Namun, tantangan besar masih dihadapi, terutama dalam pengentasan kemiskinan, stabilitas harga kebutuhan pokok, serta ketergantungan ekonomi pada sektor primer seperti pertanian dan pertambangan.
Diuraikannya, pada tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Papua Barat Daya mencapai 3,60%, naik signifikan dibandingkan 1,82% pada tahun sebelumnya. Sektor industri pengolahan menjadi penyumbang utama dengan kontribusi 17,74%, diikuti sektor konstruksi (14,43%) dan perdagangan (14,03%).
“Pertumbuhan ini menandakan pemulihan ekonomi yang cukup baik, tetapi kita masih terlalu bergantung pada sektor primer seperti pertambangan dan pertanian. Ini membuat kita rentan terhadap fluktuasi harga global,” jelas Dr. Sellvyana.
Inflasi tahunan Papua Barat Daya pada 2024 tercatat sebesar 1,87%, dengan lonjakan tertinggi terjadi pada bulan Oktober (2,59%). Kenaikan harga beras sebesar 6,78% akibat turunnya produksi padi menjadi perhatian utama. Selain itu, harga ikan seperti tuna naik 5,37% dan teri 3,23% akibat tingginya permintaan serta keterbatasan pasokan.
“Stabilitas harga pangan harus menjadi prioritas pemerintah. Kebijakan distribusi dan peningkatan produksi lokal harus segera diperkuat,” tambahnya.
Papua Barat Daya mencatat surplus perdagangan dalam beberapa tahun terakhir dengan ekspor utama berupa bahan bakar mineral senilai 27,90 juta USD serta ikan dan udang sebesar 15,42 juta USD. Negara tujuan ekspor terbesar mencakup Malaysia, Jepang, dan Singapura. Sementara itu, impor utama berasal dari Finlandia, Thailand, dan Pakistan, dengan komoditas seperti mesin dan peralatan listrik.
“Kita perlu meningkatkan nilai tambah produk ekspor agar daya saing semakin kuat,” ungkap Dr. Sellvyana.

Sektor pariwisata mengalami pertumbuhan pesat dengan jumlah wisatawan domestik melonjak dari 507.298 pada 2020 menjadi 917.412 pada 2024. Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan Raja Ampat menjadi tujuan utama wisatawan. Namun, jumlah penumpang pesawat justru menurun meski jumlah penerbangan meningkat menjadi 16.063 penerbangan, yang mengindikasikan aktivitas logistik dan kargo yang lebih dominan.
“Ini menunjukkan peningkatan aktivitas logistik dan kargo, yang bisa menjadi peluang bagi industri lokal,” kata Dr. Sellvyana.
Tingkat kemiskinan di Papua Barat Daya masih cukup tinggi, yakni 16,95%, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 96.810 jiwa. Perbedaan mencolok terlihat antara perkotaan (8,03%) dan perdesaan (25,9%). Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 6,48% dengan mayoritas tenaga kerja masih bergantung pada sektor pertanian (28,66%), perdagangan besar dan eceran (16,72%), serta administrasi pemerintahan (10,77%).
“Pemerintah harus mempercepat program pengentasan kemiskinan dengan membuka lebih banyak lapangan kerja di sektor industri dan jasa,” ujar Dr. Sellvyana.
Produksi padi di Papua Barat Daya mengalami penurunan drastis sebesar 58,75% dibandingkan tahun 2023, menyebabkan defisit beras sebesar 0,59 ribu ton. Penyebab utama adalah penurunan luas panen dan produktivitas, yang mengharuskan pemerintah mengambil langkah intervensi.
“Pemerintah harus segera memperkuat program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian guna meningkatkan produktivitas,” tegas Dr. Sellvyana.
Untuk menghadapi tantangan pembangunan, beberapa kebijakan strategis perlu diterapkan, antara lain: pertama, diversifikasi ekonomi, dengan mengembangkan industri kreatif, teknologi informasi, dan pariwisata berbasis ekologi. Kedua, peningkatan produktivitas pertanian, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dengan dukungan teknologi modern dan modal.
Ketiga, penguatan program pengentasan kemiskinan, dengan memperluas akses pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial bagi masyarakat kurang mampu. Keempat, investasi di sektor pendidikan, guna meningkatkan fasilitas pendidikan dan kualitas tenaga pengajar, terutama di daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rendah.
Dan kelima. pengelolaan pariwisata berkelanjutan, untuk memastikan ekowisata di Raja Ampat dan daerah lain berkembang dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan potensi besar yang dimiliki, Papua Barat Daya dapat mencapai pembangunan yang lebih merata dan inklusif jika kebijakan yang tepat diterapkan. Pemerintah daerah, sektor swasta, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan.
“Kita harus fokus pada pembangunan inklusif, di mana setiap masyarakat dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi,” tutup Dr. Sellvyana.
Laporan ini menunjukkan bahwa meskipun ada berbagai tantangan, Papua Barat Daya memiliki peluang besar untuk berkembang lebih jauh dengan strategi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak.