Sorong, Detikpapua.Net – Hari Ulang Tahun (HUT) Yayasan Pendidikan Kristen (YPK) di Tanah Papua ke-63, yang jatuh pada Sabtu (08/03/2025), harus menjadi momentum refleksi total, untuk melihat kembali sudah sejauh mana YPK melangkah dan berkarya dalam eksistensinya membangun tanah Papua melalui bidang pendidikan.
Momen perayaan HUT YPK ke-63 tidak hanya sebagai ajang menunaikan formalitas seremonial semata, atau hanya sekedar pengingat akan kejayaan dimasa lalu, tetapi harus dimaklumatkan oleh segenap insan YPK bahwa momen ini menjadi refleksi total nan utuh, guna melihat perjalanan YPK dari masa lalu sekaligus menentukan langkah dihari ini dan masa depan.

Hal ini sebagaimana disampaikan salah seorang alumni YPK, Derek F. Wamea, S.Pd.,M.Si saat diwawancarai Detikpapua.net berkenaan dengan HUT YPK ke-63 tahun, Sabtu (08/03/2025). Wamea yang juga merupakan Ketua Bapemperda DPR Kota Sorong ini menegaskan, YPK tiba dengan sejarah yang sangat panjang nan kuat.
YPK, sebut Wamea, sejak berdirinya di tahun 1962 silam, telah memainkan peran yang begitu sentral sebagai pelopor sekaligus peletak dasar pembangunan sumber daya manusia (SDM) Papua. YPK tak lekang oleh waktu, dan terus bergerak secara dinamis membangun SDM Papua sesuai perkembangan zaman. Bahkan hari ini, YPK bisa menjadi patokan untuk mengukur SDM di Tanah Papua.
“YPK punya sejarah yang cukup kuat dan panjang, dia semacam buah sulung dari pekerjaan zending di tanah Papua. Bahkan hari ini YPK bisa menjadi patokan bagi kita untuk mengukur SDM di Tanah Papua. Selaku alumni YPK juga sebagai anak Papua, tentu kami sangat bangga,” ujar Wamea yang ditemui di kantor DPR Kota Sorong.
Ditengah sukacita dan kebanggaannya, Wamea menuturkan ada beberapa buah pikir yang diharapkan bisa menjadi catatan kritis sekaligus bahan permenungan bagi semua insan YPK di tanah Papua. Landasannya adalah usia YPK yang sudah tidak mudah lagi, bahkan sudah lebih dari stengah abad, namun terkesan kehilangan passion (gairah) dalam eksistensinya.
Perlu ada pembenahan-pembenahan, perlu ada semacam langkah exstraordinary untuk mendorong YPK sedikit lebih bargaining di mata publik. Saatnya YPK berpikir untuk setidaknya go publik dalam konteks pengelolaan manajemen organisasi yang lebih kapabel.
Wamea menyebut, hari ini YPK memiliki sejumlah indikator yang sangat memungkinkan untuk YPK bisa berdiri sejajar bahkan lebih tinggi dari yayasan-yayasan pendidikan yang lain. Pertama, usia YPK yang sudah tidak muda lagi, tentu dari sisi pengalaman dan SDM sudah sangat mumpuni.
“Kedua, YPK didukung aset yang sangat luar biasa banyak. Mulai dari tanah, bangunan dan aset lainnya menyebar hampir di seluruh tanah Papua. Aset-aset ini tentu bisa dijadikan semacam kolateral perbankan, untuk kemudian dananya bisa kita pakai untuk mengelola YPK dengan lebih baik, khususnya dari sisi peningkatan mutu pendidikan,” ucap Wamea.
Ketiga, lanjut Wamea, hampir setiap waktu YPK selalu mendapat dana hibah dari pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten kota. Kemudian ada juga dana CSR baik dari BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta, belum lagi penyertaan dari gereja sendiri. Ia mengungkapkan, dari sejumlah indikator tersebut, sebenarnya YPK sudah mesti lebih baik dari yayasan yang lain, baik dari sisi menajerial organisasi maupun penyediaan kualitas pendidikan itu sendiri.
“YPK sebagai peletak dasar mestinya harus jadi pelopor bahkan contoh bagi yayasan yang lain dalam konteks pengelolaan pendidikan di tanah Papua. Dengan kemampuan berpikir yang maksimal, didukung aset yang mumpuni harusnya YPK sudah go publik. Apalagi hari ini YPK itu sendiri sudah melebur bersama yayasan I.S.Kijne dan Ottow Geissler, saya berharap dalam yayasan ini ada orang-orang yang punya mindset, pemahaman dan mampu berpikir entrepreneurship dalam mengelolah YPK ini kedepan,” harap Wamea.
Lebih jauh Wamea menyebut, hari ini, justru yayasan-yayasan pendidikan baru bergerak lebih cepat dari YPK. Ia mencontohkan Yayasan Buddha Tzu Chi misalnya, baru berumur 9 tahun tetapi sekolah-sekolahnya semua sudah terakreditasi A, begitu juga Yapis, atau Muhammadyah, sudah bergerak sangat maju. Memang dulu YPK sangat berjaya sebagai peletak dasar juga sebagai pelopor peningkatan SDM Papua, tetapi hari ini harus diakui bahwa YPK sepertinya hilang di tengah jalan.
“Kalau pertanyaannya kenapa YPK hari ini nilainya berkurang, saya rasa itu koreksi besar untuk kita bersama, terutama anak-anak Papua yang lulus dari YPK. Memang perlu ada kesepahaman bersama bahwa kita tidak sekedar bilang bantu YPK bantu YPK, tidak bisa sekedarnya itu, kita harus bantu secara fundamental, bantu secara utuh untuk melihat YPK ini bisa go publik. Saya berharap mari kita lihat ini sebagai kebutuhan bersama. YPK tidak boleh hilang, YPK tidak boleh mati, YPK tidak boleh jadi anak tiri, YPK harus berdiri lebih kuat dari yayasan pendidikan yang lain,” ungkap Wamea.
Diakhir penyampaiannya, Wamea mengajak seluruh tokoh Papua yang merupakan alumni YPK agar bergandengan tangan, bersama-sama membangun YPK kembali berjaya seperti sebelum-sebelumnya. Momen HUT YPK ke-63 tahun ini harus menjadi ajang pernyataan aksi untuk bagaimana menjadikan YPK bisa go publik. Persoalan YPK harus dipahami sebagai kebutuhan bersama, dengan demikian YPK tetap menjadi kebanggan bagi gereja maupun bagi orang Papua pada umumnya.