Aimas, Detikpapua.Net – Keluarga Besar SMP Seminari Petrus van Diepen menggelar sidang akademik pada Sabtu (01/03/2025). Ini menjadi sidang akademik perdana yang diselenggarakan oleh pihak SMP SPvD. Kegiatan akademik ini mengangkat tema “Dampak Bullying Terhadap Kesehatan Fisik, Mental, Kemampuan Akademik Siswa dan Cara Menanggulanginya”.

Adapun narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Mikhael Momao dan Fr. Dionisius Bame. Keduanya adalah staf guru di SMP SPvD.
Dalam sambutan pembuka, RD Yulianus Korain, S.S.,M.Fil selaku Kepala Sekolah, mengatakan bahwa bully adalah tindakan yang berlawanan dengan segala maksud baik dalam kehidupan bersama maupun ajaran agama.
“Kalau kita mengasihi diri sendiri, lalu orang lain kita korbankan dengan bully, maka kita tidak menjalankan kasih Tuhan. Ajaran khas umat kristiani adalah kasih. Kasih itu mesti ditunjukkan melalui sikap hidup kita sehari-hari di mana saja kita berada, termasuk di lingkungan sekolah ini,” ujar Pastor Yulianus.
Pastor Yulianus pun mengharapkan agar semua peserta yang hadir, secara khusus peserta didik, memanfaatkan momentum ini secara baik dan benar.

“Ini merupakan kesempatan yang baik untuk mendalami dampak buruk dari bully. Dari sini, kita mesti membangun niat bersama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bebas dari segala bentuk praktik bully. Sebab, adik-adik diutus oleh orang tua di sekolah ini untuk belajar menjadi manusia yang berkualitas, baik untuk keluarga, agama dan bangsa,” ungkapnya.
Ia pun menyampaikan ucapan terima kasih atas kesediaan dari kedua narasumber pada sidang akademik yang pertama ini.
Dalam materi presentasinya, Mikhael Momao menyampaikan gambaran singkat tentang fenomena bullying yang belakangan ini kerap terjadi di lingkungan sekolah.
“Bullying sudah seperti budaya baru yang kian hari makin marak terjadi. Bullyng tidak hanya terjadi di jalan-jalan umum, di pasar, di tengah-tengah kota ramai, melainkan juga terjadi di lingkungan sekolah. Tanpa terkecuali di Seminari Petrus van Diepen. Sebagai seorang guru, saya sangat prihatin dengan kenyataan ini. Atas dasar keprihatinan inilah, saya memberanikan diri untuk menjadi pemateri pada sidang akademik kali ini,” sebut Mamao.

Selanjutnya, ia menjelaskan kepada peserta diskusi bahwa tindakan bully tidak hanya terjadi dalam dunia nyata, melainkan juga dalam dunia maya.
“Dewasa ini, fenomena yang selalu terjadi adalah cyber bullying. Ada begitu banyak orang yang menggunakan media sosial secara tidak bijaksana, seperti membuat status buruk tentang orang lain, mempublikasikan hal-hal privasi orang lain, mencaci maki orang melalui status WhatsApp atau Facebook. Jika anda sekalian menggunakan media sosial, upayakan agar tidak melakukan hal-hal seperti itu,” kata Guru Pengampuh mapel IPS ini.
Pada bagian lain dari materinya, pengajar asal Aifat Timur ini menjelaskan tentang sejumlah faktor penyebab seorang anak terbiasa melakukan tindakan bullying.
“Ada sejumlah faktor terjadinya bullying, antara lain, pertama keluarga. Keluarga yang kurang memperhatikan pola asuh anak secara baik akan membentuk karakter anak menjadi buruk. Kedua, faktor lingkungan sosial. Lingkungan di mana anak itu berada turut membentuk seorang anak untuk melakukan kebiasaan itu. Lingkungan yang menerima kekerasan sebagai sesuatu yang normal, akan menciptakan karakter anak yang rentan terhadap kekerasan. Atau, kurangnya pengawasan di sekolah. Sekolah yang tidak memiliki aturan yang ketat tentang itu akan menjadi lingkungan berkembangbiaknya kebiasaan bullying,” pungkasnya.
Sementara, Fr. Dionisius Bame, selaku narasumber kedua, menjelaskan bahwa bullying memiliki dampak yang buruk untuk perkembangan hidup seorang manusia, apalagi masih dalam masa pertumbuhan seperti siswa-siswi SMP.
“Seorang yang dibully akan mengalami sejumlah kenyataan pahit dalam hidupnya, seperti gangguan mental, fisik, turunnya kemampuan akademis, rasa rendah diri, hilangnya keceriaan, menjadi pribadi yang introver, dan pada puncaknya akan menjadi pelaku pembullyian itu sendiri,” sebut Fr. Dionisius.
Menyadari dampak negatif yang ditimbulkan dari bullying, Mikhael Momao, menegaskan pentingnya pencegahan dini dari fenomena bullyng. Sebab, menurutnya, bullyng atau perundungan adalah suatu tindakan agresif yang secara terus menerus dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang untuk menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal.
“Fenomena bullyng jikalau tidak ditangani sejak dini akan menjadi virus yang menghantui dan bahkan membunuh generasi mudah bangsa,” demikian tegas Alumnus Universitas Airlangga Surabaya ini.
Hal senada juga disuarakan oleh Fr. Dion Bame. Calon Imam asal Keuskupan Manokwari-Sorong ini menganjurkan kepada para siswa dan siswi agar menghilangkan kebiasaan saling membully di lingkungan sekolah.
“Kalian datang ke tempat (sekolah) ini untuk belajar. Kalian ingin mengejar cita-cita hidup. Oleh karena itu, janganlah kalian menghancurkan niat baik sesamamu dengan membully, seperti mengejek karena warna kulit, bentuk badan, ukuran badan, kemampuan intelekual, dan lain sebagainya. Kalian harus saling mendukung antara satu dengan yang lain,” tegasnya.
Selain para peserta didik SMP SPvD, turut hadir dalam kegiatan ini para staf pengajar SMP, para pastor, dan Frater. Kegiatan ini mendapat apresiasi dari sejumlah guru yang hadir.
Martin Ronaldo, salah seorang guru di SMP Seminari Petrus van Diepen mengatakan bahwa kegiatan seperti ini adalah sesuatu yang baik baik anak didik. Selain sebagai wadah melatih anak-anak untuk berbicara dan berpendapat, mereka juga mendapatkan pengetahuan tentang bahaya bullying.
“Dengan maraknya tindakan perundungan/bully di lingkungan sekolah, maka kegiatan seperti ini adalah wadah yang baik untuk melakukan sosialisasi kepada siswa-siswi tentang bahaya bully. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat memperbaiki pola perilaku anak didik kita,” ujar Martin.
Staf pengajar lain, Adwilson Laga Lamadoken, juga turut memberikan komentar terhadap jalannya diskusi ilmiah dan terkait tema yang dibicarakan. Menurutnya, tema ini sangat baik untuk selalu didiskusikan terutama untuk menyadarkan para siswa untuk memutuskan rantai bullying di lingkungan sekolah.
“Diskusi ilmiah ini sangat baik untuk menjaga relasi persaudaraan di antara para pelajar. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan tidak ada lagi korban bully di lingkungan Seminari,” tutup Adwilson