PH Tersangka: Korban Kasus Indiwi Dibunuh Atas Kesepakatan Keluarga
Sebarkan artikel ini
“Terkait kasus ini perlu kami sampaikan bahwa ini bukan pembunuhan murni, tetapi dibunuh karena ada sebab. Jadi, ini ada kesepakatan bersama dalam keluarga, dengan tujuan supaya tidak membuat malu keluarga dan marga serta untuk mencegah korban berikutnya, maka keluarga mengambil inisiatif membunuh korban” Septinus Lobat, SH
Sorong, Detikpapua.Net – Tim penasehat hukum (PH) para tersangka kasus dugaan pembunuhan seorang perempuan berinisial KM yang terjadi di Kampung Indiwi, Distrik Klabot Kabupaten Sorong, akhirnya memberikan keterangan resmi terkait kronologis dan penyebab pasti peristiwa pembunuhan yang terjadi pada Desember 2023 lalu itu.
Untuk diketahui kasus dugaan pembunuhan perempuan berinisial KM diketahui sudah terjadi sejak Desember 2023 lalu, namun baru terungkap setelah adanya penyelidikan serius hingga ekshumasi makam korban oleh pihak Polres Sorong diawal Februari 2025 ini. Saat ini setidaknya sudah ada 4 tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut. Mereka adalah TM, RY, YK dan FZY.
Tim kuasa hukum para tersangka kasus Indiwi, Rifal Kasim Pary, SH dan Septinus Lobat, SH saat menggelar jumpa pers di Marina Caffe, Sabtu (22/02/2025). Foto/Yohanes Sole
Kuasa hukum para tersangka, Rifal Kasim Pary, SH mengatakan, pihaknya telah diberikan kuasa oleh para tersangka sejak 8 Februari lalu, dan telah melakukan upaya pendampingan hukum, termasuk melakukan upaya koordinasi dan pendekatan persuasif baik kepada pihak penyidik di Polres Sorong maupun kepada keluarga para pelaku.
Upaya tersebut, telah membuahkan hasil dimana secara perlahan tabir peristiwa kelam tersebut mulai terungkap. Hal ini setelah pihaknya secara kooperatif menyerahkan para pelaku kepada pihak penyidik, yang kemudian dilakukan proses penyidikan hingga keempat pelaku resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Seiring berjalannya waktu, Rifal mengaku pihaknya telah mencermati perkembangan kasus tersebut, baik di ranah proses hukum maupun dinamika yang terjadi di ruang publik. Ia menekankan, pihaknya merasa perlu untuk menyampaikan klarifikasi sekaligus meluruskan sejumlah informasi yang sejauh ini dari kacamata penasihat hukum para tersangka, masih belum utuh disampaikan kepada masyarakat.
“Yang pertama kami ingin sampaikan bahwa tidak ada upaya penangkapan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Semua pelaku yang saat ini ditetapkan sebagai tersangka murni kami serahkan secara kooperatif. Jadi sejak kami diberi kuasa untuk mendampingi para pelaku, kami sudah melaksanakan upaya persuasif, berkoordinasi dengan rekan-rekan penyidik juga keluarga pelaku, makanya pelaku dengan suka rela menyerahkan diri dan menyampaikan informasi yang seterang-terangnya dalam pengungkapan kasus ini,” ujar Rifal saat menggelar jumpa pers di Caffe Marina, Kota Sorong, Sabtu (22/02/2025).
Kedua, lanjut Rifal, jika melihat dari rentetan dan kronologis peristiwa sebelum kasus pembunuhan, kemudian saat terjadinya peristiwa pembunuhan hingga pasca kasus pembunuhan tersebut, masih ada sejumlah bagian yang terputus, yang semestinya perlu ditelusuri secara baik oleh pihak penyidik. Pasalnya, dalam kasus tersebut, ada kesepakatan bersama untuk menghilangkan nyawa korban dikarenakan alasan yang cukup kuat sebagaimana kearifan lokal masyarakat setempat.
“Tentu kami juga akan mengambil langkah sesuai prosedur hukum yang ada, mengingat secara kronologis dan rentetan peristiwa dalam kasus ini, semestinya bukan hanya 4 orang pelaku, tetapi ada pelaku-pelaku lain yang sampai saat ini belum ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Kami harap pihak kepolisian tidak tebang pilih, semua yang berbuat harus bertanggungjawab, masuk sampai pada tahapan pembuktian di pengadilan,” tegas Rifal.
Sementara, Septinus Lobat, SH salah satu advokat yang tergabung di Kantor Hukum Rifal Kasim Pary, SH dan rekan, menjelaskan, terkait rentetan peristiwa dan kronologis hingga korban diduga dibunuh oleh para pelaku. Ia mengatakan pembunuhan terhadap korban berawal dari kecurigaan para pelaku bahwa korban mempunyai kekuatan ilmu hitam, yang dalam bahasa lokal disana disebut suanggi.
Bahkan, sebut Lobat, korban diketahui sebagai pelaku suanggi kelas kakap, yang dikenal oleh semua masyarakat di wilayah Klabra Raya. Beberapa tahun belakangan sering terjadi warga meninggal dengan alasan yang tidak wajar dan setelah diselidiki dengan acara adat maupun melalui pendoa selalu mengarah kepada korban sebagai pelakunya.
“Secara hukum positif, memang tidak bisa dibenarkan alasan itu (suanggi) karena tidak bisa dibuktikan. Namun kita harus mengakui kearifan lokal dan kebiasaan adat yang mereka percayai disana, hukum yang tidak tertulis itu hukum adat, namun sepanjang dia masih hidup, berkembang dan dipercaya dalam sebuah entitas masyarakat maka itu juga harus dihargai. Hari ini di Klabot bahkan Klabra Raya masih meyakini ada suanggi ini dan itu bisa dibuktikan dengan hukum adat,” ucap Lobat.
Ia melanjutkan, waktu terus berjalan hingga klimaksnya pada saat salah seorang anak dari tersangka TM meninggal dunia pada 2023 lalu. Saat itu semua keluarga tidak terima dengan kepergian anak tersangka TM, karena dinilai meninggal dalam keadaan yang tidak wajar. Usai diselidiki secara adat rupanya diketahui kembali mengarah kepada korban KM.
Rahasia tersebut tidak hanya diketahui oleh TM dan keluarga tetapi oleh semua warga kampung. Sehingga saat itu TM bersama keluarga yang lain bersepakat untuk membunuh korban agar tidak membuat malu keluarga tetapi juga untuk menghindari korban-korban berikutnya. Setelah korban meninggal, keluarga pun melakukan pemakaman secara layak yang dihadiri hambah Tuhan dan warga kampung Indiwi.
“Terkait kasus ini perlu kami sampaikan bahwa ini bukan pembunuhan murni, tetapi dibunuh karena ada sebab. Kami tidak mempersoalkan siapa-siapa tetapi kami mau meluruskan persoalan atau kronologis yang sebenarnya. Jadi, ini ada kesepakatan bersama dalam keluarga, dengan tujuan supaya tidak membuat malu keluarga dan marga serta untuk mencegah korban berikutnya, maka keluarga mengambil inisiatif membunuh korban,” sebut Lobat.
Lebih jauh ia menerangkan, sebelum peristiwa pembunuhan itu terjadi, korban sudah terlebih dahulu kabur ke hutan sekitar seminggu sebelumnya. Dikarenakan korban telah dikucilkan oleh warga kampung, bahkan ada yang perna mengancam akan membunuh korban. Lobat menyebut pelaku percobaan pembunuhan tersebut berinisial YS yang tidak lain merupakan menantu dari korban sendiri. Ini juga dipicu karena korban diduga memiliki ilmu suanggi.
Selain itu, salah seorang saksi pelapor berinisial BM alias Boy, sebenarnya juga ikut bersama TM dan keluarga lain dalam kesepakatan untuk membunuh korban. Bahkan BM sendiri yang mengantar para pelaku ke hutan tempat persembunyian korban untuk membunuh korban saat itu. Selain BM anggota keluarga lain juga ikut menyembunyikan tindakan kejahatan dengan memakamkan korban tanpa melapor kepada pihak kepolisian.
“Yang ingin kami sampaikan adalah jika kita mau melihat dari perspektif hukum positif secara murni maka semua pihak yang terlibat harus diproses hukum, termasuk mereka yang melindungi atau menyembunyikan tindakan kejahatan. Dalam kasus Indiwi, pelaku YS yang sempat mengancam dan BM yang ikut bersepakat mestinya juga ditetapkan sebagai tersangka, bahkan semua keluarga dan tamu yang ikut pemakaman juga harus ditersangkakan karena mereka turut menyembunyikan kejahatan,” sebut Lobat.
Pada kesempatan itu, Lobat juga mengkanalis penyampaiannya pada tersangka TM yang belakangan santer disebut sebagai otak dari peristiwa pembunuhan tersebut. Menurutnya klaim tersebut sangat sepihak dan merugikan kliennya, sebab diketahui tidak ada perintah yang disertai iming-iming oleh TM kepada tersangka yang lain. Peristiwa pembunuhan tersebut dilakukan secara spontan oleh para tersangka lain, tanpa kehadiran TM di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
“Betul klien kami TM ikut bersepakat bersama anggota keluarga yang lain untuk membunuh korban, tetapi saat eksekusi dia tidak ikut. Kemudian tidak ada perintah yang disertai pemberian senjata dan iming-iming oleh TM kepada tersangka yang lain untuk menghabisi nyawa korban, lalu dari mana dasarnya TM disebut sebagai otak atau dalang pembunuhan tersebut,” tanya Lobat.
Ia menambahkan, kasus pembunuhan di Kampung Indiwi sejatihnya merupakan masalah kearifan lokal, masalah adat dan budaya yang sudah dimaklumi dan diterima oleh keluarga. Hal ini dibuktikan usai dibunuh keluarga memakamkan korban secara layak. Kemudian selama dua tahun berjalan kasus tersebut tidak dibawah ke ranah hukum positif. Namun menjadi pertanyaan mengapa baru diangkat pada saat ini.
“Kami di Klabra Raya tahu, semua tahu itu, ini bukan terjadi baru satu kali, apalagi kasus ini sudah 2 tahun yang lalu, ironisnya kenapa baru diangkat sekarang. Sebenarnya diselesaikan secara adat karena ranahnya lebih spesifik ke adat. Saya anak kampung sana jadi saya tahu pasti bagaimana kondisi masyarakat, bagaimana kearifan lokal disana. Mungkin teman-teman penyidik punya argumentasi hukum tetapi disisi lain, jika dimungkinkan untuk persoalan ini dikembalikan untuk diselesaikan secara hukum adat, maka segera kembalikan kepada masyarakat adat untuk dapat diselesaikan seturut kearifan lokal yang ada,” tuntas Lobat.