RajaAmpat,DP– Kampung Beo merupakan salah satu kampung di Distrik Tiplol Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat. Kendati jauh dari kehidupan kota, Kampung Beo menyimpan ilmu dan filsafah hidup yang perlu dipelajari, dengan melihat alam sebagai ibu yang mengalirkan rahmat bagi keberlanjutan.
Kampung yang ditempuh kurang lebih tiga jam perjalanan laut dari Waisai, Ibukota Kabupaten Raja Ampat menyimpan sejuta pesona sumber daya alam, wisata, dan sosial budaya.
Sejak zaman leluhur, sebagian besar Masyarakat Kampung Beo bermata pencarian sebagai nelayan dan petani sagu. Karena itu bagi mereka, alam bagi merupakan “ibu” yang mengalirkan rahmat, karena itu perlu dijaga dan dirawat keberlanjutannya.
“Masyarakat kami disini sehari-hari mencari hasil laut atau totok sagu,” kata Kepala Adat Kampung Beo, Hamid Wailata kepada Raja Ampat News saat ditemui di Kampung Beo, Senin, (13/5/2024).
Hamid Wailata mengakui ada hubungan timbal balik antara alam dan warga yang dipimpinnya. Sumber daya alam tersebut menjadi penopang dan kekuatan sepanjang hidup bagi warga adat di kampungnya.
Karena itu bagi Hamid Wailata pantang mengadaikan alam hanya untuk kepentingan sesaat. Dirinya mengakui sangat menghargai alam sebagai pemberian Tuhan. Ia sesalkan disejumlah wilayah banyak pihak menjual mengadai alamnya untuk kepentingan sesaat.
“Dalam menjaga alam kami buat sasi untuk hasil tertentu dan hanya bisa diambil dalam jangka waktu yang lama,” tambah Hamid Wailata.
Dengan kearifan lokal “sasi” katanya, masyarakat seperti menabung hasil alam untuk dipanen dalam jangka waktu tertentu.
Dengan menjaga alam maka masyarakat adatnya bisa membiaya kehidupannya sehari-hari.
“Hasil-hasil laut, hutan atau sagu kami jual untuk membiayai kebutuhan sehari-hari termasuk kebutuhan pendidikan bagi anak-anak,” tambahnya yang didampingi sejumlah warga adat kampung Beo.
Karena jauh dari pusat Kota dan kurangnya fasilitas transportasi, Hamid Wailata mengaku hasil laut dan hutan yang mereka kumpul akan dijual ke pedagang atau secara rutin keliling dari kampung ke kampung di Kawasan Teluk Mayalibit, tentu dengan konsekwensi menerima harga yang tak sesuai pasaran. (detikpapua.net/Cr1)