“Anak hebat tak butuh kamera. Ia butuh guru, perhatian, dan kasih yang tulus.”
Oleh: Yohanes I. Kossay
Papua Tengah, 2025 — Di balik semangat otonomi khusus dan janji-janji pembangunan yang gencar disuarakan oleh para pejabat Papua Tengah, tersembunyi kisah tragis seorang anak luar biasa yang terus dijadikan tontonan: Abraham Yeimo.
Abraham bukan anak biasa. Ia memiliki bakat, potensi, dan kekuatan bertahan yang luar biasa. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Abraham Yeimo tidak dilihat sebagai subjek yang perlu dibina, dididik, dan dilindungi. Ia malah dijadikan alat—subjek tontonan demi popularitas murahan oleh sejumlah oknum pejabat dan tokoh publik di Papua Tengah.
Setiap kali kamera menyala, mereka berlomba tampil dengan Abraham: seolah menunjukkan kepedulian, tetapi setelah sorotan lampu padam, tak ada tindak lanjut, tak ada keberlanjutan, tak ada keberpihakan nyata. Video demi video diunggah, disebarkan demi “viewers” dan sorak tepuk tangan digital, tapi tidak pernah ada program konkret yang menjamin masa depan anak ini.
Kita patut bertanya:
Apakah anak-anak Papua hanya berharga ketika kamera merekam mereka?
Apakah trauma dan kondisi psikologis Abraham hanya dianggap sebagai sarana pencitraan politik?
Abraham adalah simbol dari sistem yang gagal membedakan mana empati dan mana eksploitasi. Ia seharusnya mendapatkan perlindungan negara, bukan diekspos tanpa arah. Dalam sistem yang sehat, anak seperti Abraham akan duduk di ruang belajar yang inklusif, bukan hanya dipamerkan di panggung-panggung kosong.
Saya mendesak:
- Pemerintah Provinsi Papua Tengah dan Dinas Sosial serta Dinas Pendidikan segera intervensi dan menyediakan pendampingan khusus untuk Abraham Yeimo.
- Hentikan segala bentuk eksploitasi media terhadap anak, terlebih anak berkebutuhan khusus.
- Libatkan psikolog, guru pendidikan inklusi, dan komunitas peduli anak untuk menyusun program perlindungan jangka panjang.
- Media lokal dan nasional wajib menghentikan penyebaran konten yang menampilkan Abraham tanpa izin dan tanpa tujuan pemberdayaan.
Ini bukan hanya tentang Abraham Yeimo, ini tentang cara kita memperlakukan anak-anak yang rentan di tengah gempuran pencitraan publik.
Jika kita tidak bisa melindungi satu anak Papua yang luar biasa ini, maka untuk apa kita bicara tentang masa depan Papua?
“Anak hebat tak butuh kamera. Ia butuh guru, perhatian, dan kasih yang tulus.”
Penulis adalah wartawan/wakil Pimred Detikpapua.net