Example floating
IMG-20250728-WA0043
HomeOpiniSosial & Budaya

Bendungan Ayamaru: Ketika Air Naik, Hutan Tenggelam

132
×

Bendungan Ayamaru: Ketika Air Naik, Hutan Tenggelam

Sebarkan artikel ini

Oleh: Yohanes Kossay

IMG-20250728-WA0038

Perjalanan saya menyusuri pinggiran Danau Ayamaru, yang terletak di jantung wilayah Maybrat, bukan hanya menjadi pengalaman batin yang sunyi, melainkan juga membuka mata saya akan kenyataan pahit yang sedang terjadi: pembangunan bendungan demi menaikkan volume air telah merenggut ekosistem hutan di sekeliling danau ini.

Jembatan Bendungan Danau Ayamaru, Foto/Yohanes Kossay

Dari kejauhan, air danau tampak tenang — bahkan mungkin terlihat lebih “indah” karena meningkatnya volume. Namun, di balik kejernihan permukaan itu, saya menyaksikan kerusakan yang tak bisa disembunyikan: pepohonan yang mati berdiri, akar yang membusuk terendam, dan tanah yang dulu padat kini berubah menjadi lumpur danau. Hutan di pinggiran danau telah kehilangan nyawanya.

Bendungan yang dibangun dengan dalih menaikkan debit air itu, pada kenyataannya telah mengacaukan keseimbangan ekologis di wilayah ini. Air yang meluap telah menenggelamkan kawasan hutan rawa dan daratan rendah, tempat hidup berbagai jenis flora dan fauna endemik. Ekosistem basah yang selama ini menopang kehidupan masyarakat adat setempat kini rusak. Ikan-ikan menghilang, burung-burung tak lagi bersarang di cabang pohon yang kini terendam, dan satwa liar mulai menjauh.

Nepenthes (Kantong Semar) Papua spesies Nepenthes terbanyak di dunia ada di Papua yang hidup bertahun-tahun di pinggiran danau AyamaruJembatan panjang Fiane yang kini terancam punah, Foto/Yohanes Kossay.

Pembangunan infrastruktur seharusnya membawa kebaikan, tetapi ketika dilakukan tanpa menghormati batas-batas ekologis dan tanpa keterlibatan masyarakat lokal, hasilnya justru menjadi bencana lingkungan. Di Ayamaru, yang terjadi adalah pembangunan yang menenggelamkan hutan demi ambisi teknis yang tak berpijak pada keberlanjutan.

Dampak dari bendungan, hutan sekitar danau Ayamaru menjadi kering, Foto/Yohanes Kossay.

Pertanyaannya sederhana tapi penting: siapa yang benar-benar diuntungkan oleh proyek ini? Apakah masyarakat adat Maybrat yang selama ini menjaga dan hidup berdampingan dengan danau ini turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan? Apakah ada studi kelayakan lingkungan yang jujur dilakukan sebelum bendungan ini dibangun?

Sebagai orang yang menyaksikan langsung, saya ingin menyuarakan bahwa kerusakan ini nyata. Kita tidak sedang membicarakan teori atau ramalan, melainkan fakta di lapangan. Jika tidak ada penghentian, pemulihan, dan perubahan arah kebijakan, maka Danau Ayamaru akan terus melebar, bukan sebagai lambang kelimpahan air, tetapi sebagai simbol dari hancurnya keharmonisan antara manusia dan alam.

Jalan lingkaran Jembatan Marumana sekitar danau Ayamaru yang sering tenggelam saat datang hujan, Foto/Yohanes Kossay.

Hutan yang tenggelam tidak akan kembali tumbuh dalam semalam. Tapi suara dan tindakan kita hari ini dapat menjadi awal dari penyembuhan luka ini.

Danau Ayamaru tidak butuh air yang ditinggikan, ia butuh perlindungan yang dikembalikan.

Penulis: Wakil Pimred Detikpapua.Net.

IMG-20250728-WA0027
height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IMG-1555