“Kita tidak bisa mengabaikan begitu saja 9 orang yang sudah ditetapkan oleh Pansel sebagai Anggota Terpilih. Mereka juga punya hak dalam kepastian hukum. Jadi saran kami 9 orang ini segera dilantik, kalaupun ada putusan pengadilan di kemudian hari barulah dilakukan PAW” Alan Ambrau
Sorong, Detikpapua.Net – “Menunggu adalah pekerjaan paling melelahkan, dan menjadi menyakitkan bila yang dinanti tak pasti datangnya kapan”, ini adalah sepenggal kalimat bijak yang paling mengena untuk mewakili isi hati masyarakat Papua Barat Daya (PBD), khususnya orang asli Papua (OAP), terkait hadirnya Fraksi Otsus di DPR PBD.
Bagaimana tidak, fraksi yang diharapkan menjadi corong aspirasi, garda pelindung sekaligus pengawal kepentingan dan hak-hak dasar OAP itu, hingga kini belum menunjukan tanda-tanda akan segera terbentuk.
Waktu terus berjalan, timbunan aspirasi dan kebutuhan OAP kian menjulang, menunggu kapan segera terurai ataukah hanya dibiarkan membusuk dan menjadi wabah yang sekali waktu bisa merongrong stabilitas roda pemerintahan di daerah ini. Mari kita renungkan bersama.
Aktivis muda Papua, Alan Ambrau, saat bincang-bincang dengan Detikpapua.net, terkait proses pelantikan Anggota DPRP PBD Jalur Ostus, Jumat (23/05/2025) mengemukakan, perlu adanya asupan pemikiran logis dan cacatan kritis yang harus disampaikan kepada pemerintah, agar sedapat mungkin bisa memahami proses dan aturan pengisian Anggota DPR Otsus, dalam spirit perspektif universal, untuk melihat kepentingan masyarakat secara utuh dan menyeluruh, bukan pada sikap ibah dan belas kasihan kepada kelompok atau individu tertentu.
Tekait, proses pengisian kursi DPRP PBD Jalur Otsus (pengangkatan) yang saat ini masih tarik ulur, Alan mengemukakan beberapa cacatan kritisnya kepada pemerintah, khususnya Gubernur Papua Barat Daya Drs. Elisa Kambu, S.Sos selaku penentu keputusan.
Adapun proses seleksi telah usai dilakukan Pansel sejak beberapa bulan lalu. Sembilan (9) nama sudah ditetapkan sebagai anggota terpilih, namun oleh gubernur belum diproses untuk pelantikan, dengan alasan menghormati proses hukum dan menunggu hasil upaya hukum yang sedang dilakukan sejumlah pihak di pengadilan, karena merasa tidak puas dengan proses seleksi yang dilakukan Pansel.
Pada bagian ini, Alan secara gamblang menyebut dirinya sangat mendukung kebijakan tersebut dalam semangat empati dan kemanusiaan, namun disisi lain ia menuturkan ada hal penting yang perlu menjadi dasar kerangka berpikir pemerintah, khususnya gubernur PBD, bawasannya penghormatan kepada hukum adalah penghormatan yang bermuara pada keadilan. Adil jika semua pihak diberi ruang yang sama dalam perspektif penghormatan kepada hukum.
“Akan menjadi naif, ketika kita menyebut atas nama penghormatan hukum kita memberi ruang kepada pihak tertentu dan mengecualikan pihak yang lain. Perlu diingat bahwa 9 nama yang telah ditetapkan oleh Pansel adalah sah dan memiliki kekuatan hukum. Mereka juga harus mendapat tempat yang sejajar dalam perpsektif penghormatan terhadap hukum tadi,” ujar Alan.
Apalagi, lanjut dia, jika melihat materi proses hukum yang ada, tidak merujuk pada keseluruhan anggota terpilih secara kolektif, melainkan hanya beberapa anggota terpilih saja yang didugat. Sementara anggota lain yang tidak digugat dan sah sesuai putusan Pansel apakah harus dikorbankan demi mengenyangkan hasrat mereka yang mungkin saja tidak akan perna puas dengan keputusan apapun jika tidak “menguntungkan” bagi mereka.
Tentu, saran yang diutarakan Alan ini bukan tidak berdasar, ada beberapa alasan yang bisa menjadi rujukan untuk gubernur segera mengusulkan proses pelantikan 9 anggota DPRP PBD Jalur Pengangkatan ini. Pertama, jika merujuk pada asas kepuasan maka sampai periode selesaipun, Anggota DPR Jalur Otsus tidak akan dilantik. Ingat, jangankan keputusan Pansel, SK Gubernur atau SK Mendagri sekalipun kelak masih bisa digugat. Pertanyaanya, apakah publik harus terus menunggu proses ini?
Kedua, jika merunut pada aturan dan tatacara pengisian Anggota DPRP Jalur Pengangkatan, baik yang termaktub dalam PP 106 tahun 2021 maupun dalam peraturan gubernur dan aturan teknis lainnya, jelas bahwa jadwal dan tahapan proses pengisian sudah diatur, mulai dari tahapan sosialisasi proses seleksi, pengusulan penerbitan SK hingga pelantikan. Proses ini harus dijalankan secara konsisten dan konsekuen.
Persoalan adanya gugatan di PTUN, PT TUN dan tingkatannya, adalah persoalan yang bisa dikecualikan, karena ada porsi lain yang disediakan undang-undang yakni melalui proses PAW (pergantian antar waktu). Demi kepastian hukum dan keadilan, 9 nama yang telah ditetapkan harus dilantik terlebih dahulu, untuk kemudian dilakukan PAW jika gugatan di pengadilan dikabulkan.
“Kita tidak bisa mengabaikan begitu saja 9 orang yang sudah ditetapkan oleh Pansel sebagai Anggota Terpilih. Mereka juga punya hak dalam kepastian hukum. Tidak bisa kita menunggu semua puas, nanti sampe kiamat pun DPR Otsus tidak akan dilantik. Jadi saran kami 9 orang ini segera dilantik, kalaupun ada putusan pengadilan di kemudian hari barulah dilakukan PAW,” sebut Alan.
Bergeser dari landasan penghormatan terhadap proses hukum yang menjadi alasan belum dilakukannya pelantikan anggota DPRP Jalur Pengangkatan di Provinsi Papua Barat Daya, Alan mengemukakan satu poin penting yang harus menjadi bahan permenungan penentu kebijakan dalam hal ini Gubernur PBD Drs. Elisa Kambu, S.Sos yakni terkait kepentingan publik alias kepentingan masyarakat banyak.
Saat ini, publik Papua Barat Daya, khususnya OAP selaku konstituen dari para wakil rakyat jalur Otsus sedang menunggu dalam kegelisahan. Bukan soal siapa yang akan dilantik, tetapi bagaimana kebutuhan mereka, hak-hak dan kepentingan mereka bisa segera dijawab oleh pemerintah, melalui kehadiran para anggota DPR dari Jalur Otsus tersebut.
“Hari ini banyak orang asli Papua yang hidup dalam kemiskinan, tidak mendapat akses pendidikan dan kesehatan yang memadai, ekonomi mereka tidak terurus, belum masalah keamanan dan lain sebagainya. Mereka menunggu perwakilannya di Parlemen untuk segera mengurai semua persoalan ini. Saya pikir bukan keputusan yang bijaksana kalau harus mengorbankan khalayak ramai apalagi itu adalah orang asli Papua yang membutuhkan perhatian serius pemerintah,” ucap Alan.
Diakhir penyampaiannya, Alan pun meminta kepada Gubernur Papua Barat Daya Drs. Elisa Kambu, sebagai sesama orang Papua tetapi juga sebagai orang tua untuk dapat berpikir bijak, menempatkan kepentingan orang Papua secara keseluruhan pada posisi tertinggi daripada kepentingan kelompok atau individu-individu tertentu. Provinsi Papua Barat Daya adalah provinsi baru, begitupun gubernur, maka harus bisa meletakan hal baik sebagai landasan untuk menjadi acuan dan dikenang oleh generasi penerus.