BP3OKP Ingatkan Pemda Soal Efisiensi Anggaran Tidak Mengorbankan Program Prioritas di Bidang Pelayanan Publik
Sebarkan artikel ini
“Namun demikian, kebijakan efisiensi tidak melulu harus dilihat dari sisi anggaran. Sejatihnya ada maksud implisit yang terkandung dalam kebijakan tersebut, dimana pemerintah diharapkan merubah paradigma pembangunan dengan mengedepankan program prioritas, ketimbang program yang berbau euforia dan pemborosan” BP3OKP Perwakilan Papua Barat Daya
Sorong, Detikpapua.Net – Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, mengingatkan pemerintah daerah, untuk terus meningkatkan kinerja serta tidak mengabaikan program-program prioritas di bidang pelayanan publik, sebagai akibat dari penerapan kebijakan efisiensi anggaran yang saat ini diterapkan oleh pemerintah pusat.
Anggota BP3OKP Perwakilan Papua Barat Daya Drs. Otto Ihalauw, MA menegaskan, sebagai badan pengarah, pihaknya berperan aktif mendampingi Pemda provinsi dan kabupaten/kota, demi memastikan arah pembangunan sesuai dengan rel yang ada baik didalam Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPP) maupun dalam Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua (RAPPP).
Anggota BP3OKP Perwakilan Papua Barat Daya Drs. Otto Ihalauw, MA
Otto menjelaskan, kebijakan efisiensi anggaran, melalui Inpres nomor 1 tahun 2025, sejatinya merupakan sebuah langkah strategis yang dibuat oleh presiden RI untuk mendukung sejumlah program prioritas nasional, khususnya terkait asta cita dan 17 program prioritas presiden dan wakil presiden RI. Otto memaparkan, kebijakan efisiensi hanya menyentuh sektor-sektor yang diketahui mengalami pemborosan dengan prosentasi pemotongan untuk pusat (kementerian/lembaga) 50 persen dan daerah khususnya Papua Barat Daya hanya sebesar 16 persen.
“Sesuai rapat kami dengan Kementerian Keuangan, langkah-langkah efisiensi untuk belanja APBD itu berfokus pada hal-hal yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, fokus group discusion (FGF), belanja perjalanan dinas, honorarium dan semua belanja yang tidak memberikan output secara terukur, ini yang terkena efisiensi termasuk pemberian hibah langsung dalam bentuk uang, barang maupun jasa,” ujar Otto saat ditemui di Kantornya di Seputaran Km 7, Kota Sorong, Kamis (27/02/2024).
Foto bersama Anggota BP3OKP Papua Barat Daya bersama ketua-ketua Pokja dan awak media, di Kantor BP3OKP Perwakilan PBD di Km 7, Kota Sorong, Kamis (27/02/2025). Foto/Yohanes Sole
Otto menambahkan, kebijakan efisiensi esensinya ibarat menghilangkan lemak berlebih dalam tubuh. Artinya hal-hal yang berbau pemborosan dikurangi, disisi lain fokus perhatian pemerintah mengarah pada program-program prioritas yang menyentuh langsung pada sektor pelayanan publik yang dampaknya dirasakan langsung oleh masyarakat.
Ia menyebutkan ada beberapa poin, tapi yang paling utama adalah dari efisiensi tersebut akan dialihkan atau akan digunakan untuk belanja bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sanitasi, pengendalian inflasi, termasuk nanti ada makan bergizi gratis (MBG), kemudian stabilitas harga makanan dan minuman, cadangan pangan serta program prioritas untuk kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
“Artinya kaitan dengan pelayanan langsung kepada masyarakat tidak terkena efisiensi. Jadi macam diskusi-diskusi itu dikurangi, perjalanan dinas, jangan sedikit-sedikit buat pertemuan di Sorong. Contoh Tambrauw atau Maybrat buat pertemuan disana saja supaya anggaran itu tidak boros. Kalau dengan pusat tinggal zoom saja, intinya esensi dari kegiatan itu kita dapat, bukan hanya euforianya saja. Nah ini yang nanti akan kami kawal bersama pemerintah daerah kedepan,” ucap Otto.
Lebih jauh Otto menjelaskan, hari ini paradigma pembangunan Papua, sudah termaktub dalam masterplan, baik dalam RIPP maupun RAPPP. Pemerintah daerah tinggal mengikuti rel yang ada, termasuk menjadikan masterplan tersebut sebagai acuan dalam menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) lima tahunan sehingga bisa ada keselarasan. Ia menyebutkan setidaknya ada 4 program prioritas berkaitan dengan RIPP dan RAPPP yakni program Papua Cerdas, Papua Sehat, Papua Produktif dan ditambah lagi dengan Papua Damai.
“Jadi program-program yang dananya bersumber dari TKD (transfer ke daerah) harus mengacu pada RIPP dan RAPPP, hari ini relnya sudah ada, jadi tinggal kita ikuti saja. Kami punya tugas untuk mengawal, mulai dari aspek perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, bila perlu sampai ke pertanggungjawaban. Nanti kita akan lihat kita cek sudah seberapa jauh kegiatan tetutama Otsus apakah tepat sasaran bagi OAP atau tidak. Kita akan bedah ABBD kemudian memberikan catatan buat Pemda dalam hal ini gubernur, bupati walikota,” ungkap Otto.
Sementara, Anggota Pokja Papua Produktif BP3OKP Perwakilan PBD, Virginus Turot, menyebut, kebijakan efisiensi anggaran sebenarnya tidak telalu berdampak bagi daerah khususnya Papua Barat Daya. Pertama, daerah hanya dipotong 16 persen, dibandingkan pusat dalam hal ini kementerian/lembaga yang mencapai 50 persen. Kedua, kata Turot, Pemda masih bisa menggunakan yang namanya dana TDF (Treasury Deposit Facility) jika memang membutuhkan asupan anggaran tambahan.
“Kita hanya terkena potongan 16 persen, kemudian kita juga masih punya dana TDF, yang suatu waktu bisa kita ajukan untuk diambil. Singkatnya begini, kita tidak perlu terlalu manja atau khawatir. Jadi tidak ada alasan efisiensi kemudian hal-hal yang menjadi prioritas ini diabaikan. Progres pembangunan tetap jalan, kinerja kita terus ditingkatkan saya yakin kita akan tetap survive,” sebut Turot.
Senada dengan Turot, Anggota Pokja Papua Produktif lainnya, Herman Tubur, menyebut bawasannya efisiensi merupakan isu sentral yang berdampak pada perubahan, dimana secara psikologis perubahan tentu akan membuat ketidaknyamanan. Namun demikian, kebijakan efisiensi tidak melulu harus dilihat dari sisi anggaran. Sejatihnya ada maksud implisit yang terkandung dalam kebijakan tersebut, dimana pemerintah diharapkan merubah paradigma pembangunan dengan mengedepankan program prioritas ketimbang program yang berbau euforia dan pemborosan.
Ia menegaskan, berdasarkan sejumlah poin diatas, BP3OKP berpandangan bahwa kebijakan pembangunan oleh pemerintah daerah seharusnya tidak terganggu dengan efisiensi yang ada. Justru perlu lebih efisien lagi, demi melihat program-program strategis yang paling dibutuhkan oleh masyarakat.
“Contoh kita di BP3OKP ada sejumlah program prioritas Papua Sehat, Papua Cerdas, Papua Produktif dan Papua Damai itu wajib dilaksanakan, tidak ada alasan karena efisiensi lalu program-program prioritas ini diabaikan. Pesan kami efisiensi bukan berati menjadi penghalang buat teman-teman di daerah untuk meningkatkan kinerja mereka. Tentu kedepan akan kita lihat dengan efisiensi ini performa pemerintah daerah kedepan seperti apa dalam satu tahun berjalan ini, kalau efisiensi ini memberi dampak buruk yang sangat luar biasa, mungkin kita bisa lakukan peninjauan kembali,” ucap Herman.
Ditempat yang sama, Anggota Pokja Papua Sehat BP3OKP Perwakilan PBD, dr. Rossaline Krimadi, menyebut meski bidang kesehatan merupakan salah satu bidang yang menjadi prioritas dan tidak terkena dampak efisiensi, namun ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian bahkan evaluasi pemerintah daerah kedepan. Ia mengutarakan beberapa contoh pemborosan anggaran untuk program kegiatan yang tidak bermanfaat, misalnya pengadaan obat-obatan atau alat-alat medis yang tidak direncanakan dengan baik sehingga tidak tepat guna.
“Kami lihat di bidang kesehatan ini pun sebenarnya masih banyak hal yang boros, misalnya belanja obat yang tidak direncanakan dengan baik, akhirnya kita banyak musnakan aset obat dalam jumlah besar. Itu kan anggaran juga, apalagi kalau dalam jumlah besar, kemudian alat-alat kesehatan dibeli tapi tidak digunakan, nah hal-hal begini yang nanti akan kita coba evalusi. Pemda harus fokus ke hal-hal penting yang dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat,” sebut Krimadi.