“Bicara track rekord berarti bicara latar belakang seseorang, bicara masalah ketokohan seseorang, dia datang dari pintu mana, apakah lembaga yang mengusungnya resmi atau tidak, sejalan dengan NKRI atau tidak. Kemudian calon tersebut perna terlibat masalah hukum atau tidak, perna berseberangan dengan kepentingan negara atau tidak, itu semua harus dicek,” Ludia Mentasan
Sorong, Detikpapua.Net – Aliansi masyarakat adat wilayah Doberai akan menggelar aksi demo damai menolak putusan Panitia Seleksi (Pansel) DPR jalur pengangkatan Provinsi Papua Barat Daya (PBD). Aksi demo direncanakan akan digelar pada Kamis (06/02/2025) di Kantor Gubernur Papua Barat Daya di Kota Sorong.
Juru bicara LMA Malamoi Perwakilan Kabupaten Raja Ampat, Ludia Mentasan mempertanyakan keputusan Pansel yang menurutnya berada jauh diluar koridor aturan yang ada. Menurut Mentasan, ada sejumlah kejanggalan yang ditemui dalam beberapa putusan yang telah dikeluarkan Pansel.
Salah satu hal yang paling disoroti adalah terkait jadwal seleksi yang memisahkan seleksi rekam jejak dan seleksi lainnya. Bahkan, menjadi pertanyaan besar ketika seleksi rekam jejak yang dianggap paling krusial harus ditempatkan pada akhir tahapan, bahkan setelah adanya penetapan 18 nama yang lolos sejumlah tahapan seleksi lainnya.
Ludia menerangkan, mestinya rekam jejak dilakukan diawal tahapan seleksi, untuk mengecek latar belakang seseorang apakah layak untuk diakomodir dalam tahapan seleksi selanjutnya atau tidak. Selain itu perlu juga dilihat latar belakang lembaga pengusung atau yang memberi rekomendasi kepada calon, apakah resmi terdaftar di Kesbangpol dan sejalan dengan kepentingan negara atau tidak.
“Bicara track rekord berarti bicara latar belakang seseorang, bicara masalah ketokohan seseorang, dia datang dari pintu mana, apakah lembaga yang mengusungnya resmi atau tidak, sejalan dengan NKRI atau tidak, itu semua harus dicek. Kemudian secara pribadi calon tersebut perna terlibat masalah hukum atau tidak, perna berseberangan dengan kepentingan negara atau tidak, termasuk perna menolak UU Otsus atau tidak. Lalu secara ketokohan apakah dia perna ada untuk menyuarakan atau menyelesaikan persoalan masyarakat adat atau tidak, itu semua harus dicek,” ujar Ludia saat menggelar jumpa pers di Caffe Teras Kayu, Kota Sorong, Selasa (04/02/2025).
Ludia melanjutkan, selain ketokohan dan keabsahan lembaga pengusung, latar belakang wilayah adat seseorang juga harus dicek dengan baik, karena UU Otsus termasuk PP 106 sebagai aturan turunan sudah mengamanatkan pembagian kursi DPR Otsus merujuk pada wilayah adat masing-masing. Proses pengecekan rekam jejak juga tidak bisa hanya sebatas “rasa-rasa” atau mendengar kabar angin, tetapi dilakukan secara resmi dan langsung turun ke lapangan.
Proses ini, sebut Ludia mestinya dilakukan diawal seleksi sehingga bisa menjadi pertimbangan tersendiri bagi Pansel dalam pengambilan keputusan diakhir tahapan seleksi. Selain itu, penempatan seleksi rekam jejak harus dilakukan diawal, agar tidak memberi ruang bagi mereka yang datang lewat “pintu belakang” atau mereka yang jelas-jelas punya rekam jejak buruk, serta tidak mengorbankan kandidat dengan nilai ketokohan yang baik. Buktinya hari ini banyak tokoh-tokoh potensial yang harus gugur terlebih awal, padahal secara rekam jejak mereka berada jauh diatas kandidat yang dinyatakan lolos.
Selain masalah rekam jejak, Ludia juga menyoroti masalah keterwakilan perempuan khusus dari daerah pengangkatan Raja Ampat yang sama sekali tidak diakomodir oleh Pansel. Mirisnya, Pansel justru menetapkan kandidat dari wilayah adat lain untuk lolos mewakili wilayah adat Raja Ampat, yang nota bene semuanya laki-laki.
“Saya tidak bicara masalah gender, tapi amanat UU Otsus dan PP 106 untuk bagaimana mengakomodir perempuan dalam kursi Otsus, kenapa dari Raja Ampat tidak ada perwakilan perempuan, justru yang diangkat semua laki-laki dan berasal bukan dari wilayah adat asli Raja Ampat,” tegas Ludia.
Ludia juga menyentil soal pengumuman 18 nama yang lolos seleksi beberapa waktu lalu, dimana namanya tidak dicantumkan sehingga dinyatakan gugur. Pansel tidak menjelaskan dengan transparan kriteria apa atau alasan apa sehingga dirinya dinyatakan tidak lolos.
“Makanya saya bertanya, sebenarnya saya tidak lolos dari segi apanya, penilaiannya dimana, itu yang tidak dapat ditunjukan oleh Pansel. Padahal PP 106 jelas mengamanatkan semua kriteria yang ada dan itu sudah saya penuhi, lalu kenapa saya tidak diakomodir,” ujar Ludia.
Sebagai respon atas keputusan Pansel yang dinilai tidak adil dan profesional, Ludia mengaku pihaknya akan segera melayangkan gugatan ke PTUN untuk memintai pertanggungjawaban Pansel dimuka hukum. Namun, sebelum langkah itu diambil, pihaknya terlebih dahulu akan menggelar aksi demo bersama aliansi masyarakat adat Doberai, dengan tuntutan menolak hasil Pansel dan meminta hasil seleksi segera direvisi kembali.
“Kami rencana tanggal 6 Februari demo di kantor gubernur, kami akan turun dengan kekuatan besar bersama aliansi masyarakat adat Doberai. Kami menuntut keputusan Pansel direvisi, kemudian dilakukan seleksi sesuai dengan petunjuk undang-undang dan dilakukan secara profesional dan akuntabel. Kami juga akan melayangkan gugatan ke PTUN, supaya kami bisa mendapat keadilan,” pungkasnya.