Example floating
Home

Mendagri Diminta Diskualifikasi Kandidat Yang Perna Tolak UU Otsus

231
×

Mendagri Diminta Diskualifikasi Kandidat Yang Perna Tolak UU Otsus

Sebarkan artikel ini

Sorong, Detikpapua.net – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diminta untuk bertindak tegas dan selektif dalam menerima hasil putusan yang telah dikeluarkan oleh Panitia Seleksi (Pansel) DPR Papua Barat Daya. Pasalnya, dari nama-nama yang ditetapkan sebagai anggota terpilih DPRP PBD jalur pengangkatan, masih terdapat sejumlah nama yang diketahui perna menolak Undang-undang otonomi khusus (Otsus) jilid II.

Sebagaimana diketahui bersama, hadirnya UU Otsus di Papua melalui sebuah proses yang tidak muda, yang telah mengorbankan banyak darah dan air mata, baik saat pengesahan UU nomor 21 tahun 2001 (Otsus Jilid I) maupun pada perubahannya yakni UU Nomor 2 tahun 2021 (Otsus Jilid II).

IMG-20250205-WA0013

Bahkan, pada proses pengesahan UU Otsus jilid II ada perlawanan yang sangat kuat dari sejumlah kalangan, yang secara terang-terangan menolak kehadiran UU Otsus di tanah Papua. Salah satunya dari Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP PB) yang kala itu, tepat pada tanggal 1 Oktober 2020 melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan hasil kesepakatan menolak kehadiran Otsus Jilid II.

Keputusan yang diambil lembaga kultur tersebut mengakibatkan situasi di Papua Barat kala itu menjadi tidak nyaman. Banyak terjadi aksi demo dan penolakan di sejumlah tempat yang mendukung keputusan MRP PB. Hal ini kian membuat pemerintah pusat semakin sulit untuk merealisasikan maksud baik buat masyarakat Papua tersebut.

Namun berkat kegigihan sejumlah pihak dan niat baik pemerintah, akhirnya UU Otsus disahkan dan kini terimplementasi di tanah Papua. Kini orang Papua secara perlahan-lahan mulai sejahtera, pembangunan berjalan dimana-mana, hak-hak dasar masyarakat pun mulai bisa diakses dengan mudah karena diberikan ruang yang seluas-luasnya oleh pemerintah melalui UU Otsus.

Salah satu hak dasar orang asli Papua (OAP) yang diberikan ruang oleh UU Otsus adalah hak dibidang politik, yakni melalui kursi pengangkatan baik yang ada di tingkat provinsi maupun yang ada di kabupaten kota. Kursi ini diberikan khusus bagi OAP dengan spirit afirmatif dan keberpihakan, yang tentu bertujuan untuk mengawal dan mengakomodir kepentingan OAP melalui jalur parlemen.

Namun lebih dari itu, kehadiran para wakil rakyat di DPR melalui jalur Otsus, tentu diharapkan agar bisa mengawal pelaksanaan UU Otsus berjalan dengan baik, sekaligus bisa menjaga kemurnian dan marwah dari UU Otsus itu sendiri, sehingga tidak disalahgunakan apalagi dipletisir untuk kepentingan yang bisa membahayakan keselamatan dan kepentingan negara di atas tanah Papua.

Pemerhati Otonomi Khusus (Otsus) Papua Andre Iriwi menegaskan, jika melihat latar belakang dan perjuangan untuk menghadirkan Otsus serta spirit yang terkandung didalamnya, maka menjadi suatu hal yang urgen bagi pemerintah pusat untuk bersikap tegas dan selektif dalam menentukan siapa saja yang bisa dipercaya untuk turut ambil bagian dalam perjalanan implementasi Otsus, khususnya dalam urusan hak politik melalui kursi pengangkatan.

Dalam konteks kepercayaan ini, Andre menyoroti keterlibatan pihak-pihak yang dulunya secara terang-terangan menolak kehadiran Otsus, tetapi hari ini ikut berkompetisi merebut hak politik yang menjadi amanat UU Otsus itu sendiri. Andre mengkanalis penyampaiannya pada proses seleksi anggota DPR Otsus yang saat ini dilakukan di tingkat Provinsi Papua Barat Daya, yang menurutnya tidak menghargai sejarah dan spirit UU Otsus.

Hal ini, lanjut Andre dikarenakan masih terdapat sejumlah nama yang terlibat dalam aksi penolakan Otsus, namun hari ini oleh Pansel diloloskan dalam sejumlah tahapan seleksi, bahkan diprediksi bakal menjadi calon terpilih nantinya. Secara terang-terangan Andre menyebut nama-nama tersebut yakni Yulianus Tebuh, Elimas Bosawer dan Mathias Komegi. Ketiga nama ini merupakan mantan anggota MRP PB yang juga ikut menandatangani pernyataan penolakan Otsus di tahun 2020.

“Tentu kami sebagai pemerhati Otsus sangat prihatin dan keberatan dengan hasil yang dikeluarkan oleh Pansel DPR Otsus Provinsi Papua Barat Daya, karena kami melihat dari nama-nama yang lolos seleksi, masih terdapat sejumlah nama yang dulunya secara terang-terangan menolak UU Otsus. Menurut kami mereka-mereka ini tidak layak dan bisa mengancam kepentingan negara diatas tanah ini,” ujar Andre melalui press release yang diterima media ini, Senin (03/02/2025).

Andre juga mengaku sangat menyangsikan niat dari ketiga calon tersebut. Bagaimana bisa orang yang dulunya menolak Otsus kemudian hari ini ikut berkompetisi dan merebut kursi yang merupakan amanat Otsus itu sendiri. Selain bertolak belakang dengan moral dan etika, tentu hal ini harus menjadi bahan pertimbangan serius pemerintah dalam menjamin keadilan dan keberlangsungan Otsus di tanah Papua.

“Ini masalah serius, selain bisa mengancam kepentingan negara di atas tanah ini, tetapi juga bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang mengakibatkan terjadinya gesekan diantara sesama orang Papua. Masih banyak orang Papua yang mendukung Ostus yang mestinya diberikan kepercayaan, apalagi ini provinsi baru, harus diatur baik supaya tidak menjadi preseden buruk kedepannya,” sebut Andre.

Oleh karena itu, secara tegas Andre menolak hasil seleksi yang telah dikeluarkan oleh Pansel DPR PBD, sekaligus meminta presiden, melalui Kemendagri untuk mengevaluasi dan mendiskualifikasi calon yang dinilai berseberangan dengan niat baik negara untuk menghadirkan kesejahteraan bagi orang Papua melalui UU Otsus.

“Kami minta nama-nama yang perna menolak UU Otsus ini didiskualifikasi, kemudian Mendagri harus mengevaluasi Pansel DPR PBD karena lalai bahkan gagal dalam menjalankan amanat UU Otsus serta gagal mengamankan kepentingan negara diatas tanah Papua,” pungkasnya.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IMG-20250205-135239