Sorong, Detikpapua.Net – Ketua Umum Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (FOPERA) Papua Barat Daya Amus Yanto Ijei mendesak KPU segera menarik kembali dan membatalkan point ke 10 surat edaran KPU RI nomor 17.18/PL.02.2.5D/05/2024 yang terbit tanggal 26 Agustus 2024 terkait status keaslian orang asli Papua (OAP).
Yanto menegaskan, KPU RI telah melampui kewenangan menafsirkan putusan MK No 29 Tahun 2011, dalam hal pertimbangan dan persetujuan MRP menyatakan calon tidak memenuhi persyaratan Orang asli Papua, KPU RI menyatakan persyaratan orang asli Papua memenuhi syarat apabila terdapat pertimbangan dan/atau pengakuan suku asli Papua yang menyatakan penerimaan dan pengakuan atas nama calon dengan memedomani Putusan MK nomor 29/PUU-IX/2011.
Menurut Yanto, dengan adanya keputusan tersebut, terkesan KPU merupakan lembaga super power, yang bisa manganulir putusan MRP. Padahal dalam putusan MK Nomor 29 Tahun 2011, tidak ada satupun pertimbangan majelis Hakim MK, bahkan dalam petitum/keputusan tidak menyebutkan KPU RI dapat merubah putusan MRP dan juga dalam UU Otsus bahkan PP 54 tidak ada perintah kewenangan KPU merubah Putusan Majelis Rakyat Papua.
“MRP memiliki kewenangan absolut memberikan pertimbangan dan persetujuan tentang keaslian orang asli Papua, calon gubernur dan wakil gubernur di Wilayah Provinsi Papua dan keputusan MRP tidak bisa dibatalkan atau dirubah oleh lembaga manapun kecuali melalui putusan pengadilan. Jika ada calon gubernur dan wakil gubernur yang merasa dirugikan atas keputusan MRP tentang pemberian pertimbangan dan persetujuan calon gubernur dan wakil gubernur adalah Orang asli Papua silahkan tempuh jalur hukum,” tegas Yanto, saat diwawancarai awak media di salah satu Caffe di Kota Sorong, Sabtu (31/08/2024).
Yanto menambahkan, harus dipahami bahwa Keputusan MRP tentang keaslian orang asli Papua bukan merupakan pelanggaran Pemilu, sehingga KPU dapat merubah putusan Majelis Rakyat Papua. KPU, kata dia, mempunyai tugas hanya menetapkan calon yang sudah diputuskan MRP tanpa harus melakukan pengujian dan penelitian putusan MRP. Ia menegaskan, keputusan MRP sesuai kewenangan pasal 20 UU Otsus Papua bersifat final dan hukumnya wajib dilaksanakan.
“Kami mendesak segera menarik point 10 dalam surat KPU RI Nomor 17.18/PL.02.2.5D/05/2024 yang diterbitkan tanggal 26 Agustus 2024, surat tersebut sarat kepentingan, kami menduga surat KPU RI ada pesan sponsor untuk melegalkan calon gubernur dan wakil gubernur melalui mekanisme pengakuan yang prosesnya tidak sesuai prosedur mekanisme adat yang benar dan juga dampaknnya melemahkan kewenangan MRP yang diatur dalam pasal 20 UU Otsus Papua,” kata Yanto.
Selain itu, ia menekankan surat KPU RI ini juga dapat membuat kegaduhan didaerah dan menciptakan situasi Kamtibmas di Papua kurang kondusif. Ia berharap semua pihak termasuk KPU konsisten laksanakan amanat UU Otsus di Papua dan menciptakan Tanah Papua aman dan damai terlebih khusus Provinsi Papua Barat Daya.
“KPU RI jangan ikut mencampuri urusan kewenangan dan urusan lembaga lain, MRP merupakan lembaga negara resmi yang diatur dalam UU Otsus Papua dan PP 54 tentang Majelis Rakyat Papua.
Jika KPU Provinsi Papua Barat Daya tetap mengacu pada point 10 surat surat KPU RI Nomor 17.18/PL.02.2.5D/05/2024 yang diterbitkan tanggal 26 Agustus 2024, kami OAP akan konsolidasi seluruh kekuatan masyarakat adat asli Papua mogok massal dan turun jalan duduki MRP dan KPU Papua Barat Daya, harga diri kami orang asli Papua diatas segala-galannya, semua pihak harus menghormati dan menghargai NKRI memberikan Otonomi Khusus kepada Orang asli Papua,” tuntas Yanto.