Example floating
HomeOpiniSosial & Budaya

Pinang, Sirih, dan Kapur: Antara Warisan Pesisir dan Pergeseran Budaya di Lembah Baliem

48
×

Pinang, Sirih, dan Kapur: Antara Warisan Pesisir dan Pergeseran Budaya di Lembah Baliem

Sebarkan artikel ini

Oleh: Yohanes Kossay

Pinang, sirih, dan kapur bukanlah bagian dari budaya asli masyarakat pegunungan Papua. Namun, beberapa waktu terakhir ini saya melihat bahwa di wilayah pegunungan khususnya di Lembah Baliem, Wamena kebiasaan ini mulai diadopsi dan bahkan dianggap sebagai bagian dari budaya setempat.

ROMLI pandawafoto.com

Padahal, dalam konteks budaya masyarakat pesisir Papua, pinang, sirih, dan kapur memiliki makna simbolik yang mendalam. Ketiga benda ini digunakan sebagai alat penghormatan dan komunikasi spiritual untuk meminta izin, memohon restu, atau menolak gangguan ketika seseorang menempati tempat baru. Masyarakat pesisir percaya bahwa pinang, sirih, dan kapur adalah perantara antara manusia dan leluhur, juga menjadi penolak roh jahat yang mungkin mengganggu keseimbangan hidup mereka.

Namun berbeda halnya dengan masyarakat Wamena, khususnya suku Huwula. Dalam budaya Huwula, kepercayaan terhadap leluhur memiliki bentuk yang khas dan sarat makna. Leluhur diyakini berada di sekitar rumah, di pinggiran honai, menjaga keturunan mereka dari bahaya. Karena itu, dalam nasihat-nasihat para tetua, sering diingatkan agar di dalam honai selalu ada makanan, api yang menyala, dan suasana yang hidup sebagai bentuk penghormatan kepada roh para pendahulu.

Ada ungkapan dalam bahasa Huwula:

“Mokareka Pilamo welagarek”
Artinya: “Semua leluhur ada di dalam honai.”

Selain itu, dalam konteks orang Huwula, untuk mengusir roh jahat yang mengganggu, biasanya masyarakat menanam pohon Yabe—tanaman yang daunnya berwarna ungu tua. Pohon Yabe dipercaya sebagai pelindung alami dari roh-roh jahat yang datang mengusik ketenangan manusia.

Dengan demikian, Pinang, Sirih, dan Kapur dalam budaya pesisir sebenarnya memiliki fungsi yang mirip dengan pohon Yabe dalam budaya Huwula. Keduanya berperan sebagai sarana perlindungan dan penolak gangguan dari dunia gaib. Namun, perbedaan asal dan makna simbolik ini penting untuk dipahami agar kita tidak mencampuradukkan nilai-nilai budaya tanpa memahami akar dan konteksnya.

Sayangnya, kini banyak orang Huwula yang mulai mengikuti kebiasaan menginang mengunyah pinang, sirih, dan kapur dan bahkan membuang ludah pinang di sembarang tempat.
Kebiasaan ini tidak hanya merusak kebersihan dan keindahan lingkungan, tetapi secara simbolik sama saja dengan mengusir roh leluhur yang berdiam di sekitar honai, terutama jika ludah pinang dibuang di heberlah (dinding rumah).

Lebih dari itu, kebiasaan ini menjadi salah satu tanda rusaknya moralitas orang Huwula. Kita mulai kehilangan rasa hormat terhadap lingkungan, terhadap tempat tinggal, bahkan terhadap leluhur sendiri. Tidak heran bila roh-roh leluhur tidak lagi baik-baik dengan kebiasaan kita sekarang, sebab kita telah melupakan tatanan yang mereka wariskan dan menggantinya dengan kebiasaan yang bukan milik kita.

Kita perlu menyadari bahwa tidak semua tradisi cocok untuk diambil begitu saja tanpa memahami makna asalnya. Budaya kita, budaya Huwula, memiliki sistem nilai, simbol, dan kepercayaan spiritual yang mendalam dan luhur.

Tulisan ini saya sampaikan sebagai teguran dan pengingat bagi kita semua terutama bagi saudara-saudara yang gemar menginang agar lebih bijak.
Hormatilah ruang hidup kita, jaga kebersihan honai, dan yang terpenting jaga kesucian tempat tinggal para leluhur kita.

Biarlah tulisan ini menjadi refleksi bagi kita hari ini dan referensi bagi anak cucu kita kelak, agar mereka memahami perbedaan antara meniru budaya dan melestarikan identitas.

Ditulis oleh anak Huwula.

Saya tulis berdasarkan pengalaman saya berkunjung di tempat duka dan beberapa Honai di Lembah Baliem, jika ada hal yang tidak berkenan dalam tulisan ini segera hubungi saya di nomor kontak (082198303975) agar kita diskusikan bersama terkait tatanan budaya suku Huwula di lembah Baliem.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *