Example floating
IMG-20251005-130109
BeritaHomeOpiniPapua Barat DayaPeristiwa

Kilas Balik 80 Tahun TNI Mengabdi Bagi Kejayaan NKRI, Di Tanah Papua Barat Daya: TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju

4
×

Kilas Balik 80 Tahun TNI Mengabdi Bagi Kejayaan NKRI, Di Tanah Papua Barat Daya: TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dr. Sellvyana Sangkek, S.E., M.Si

Abstrak

Tulisan ini membahas peran multifaset Tentara Nasional Indonesia (TNI) selama delapan dekade pengabdiannya (1945–2025), dengan fokus krusial pada Papua Barat Daya (PBD) sebagai wilayah strategis yang merefleksikan kompleksitas sejarah, keamanan, dan geopolitik dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bahasan dimulai dengan menguraikan akar sejarah transformasi TNI dari badan perjuangan menjadi institusi profesional dan peran sentralnya dalam operasi integrasi Papua (Trikora). Selanjutnya, dibahas penataan kewilayahan militer di bawah Kodam XVIII/Kasuari pasca-pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), implementasi program pembangunan sosial-ekonomi melalui TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), serta dilema yang dihadapinya terkait isu Hak Asasi Manusia (HAM), akuntabilitas sipil, dan potensi blurring lines antara peran militer dan sipil.

Kajian ini menyimpulkan bahwa kontribusi TNI dalam menjaga integritas teritorial dan mendukung pembangunan PBD sangat signifikan. Namun, untuk stabilitas jangka panjang, sejalan dengan Tema resmi peringatan HUT TNI ke-80, “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju”, TNI harus secara simultan mewujudkan TNI Prima melalui akuntabilitas dan kontrol sipil, serta memperkuat TNI Rakyat melalui implementasi pendekatan human security yang inklusif dan sensitif budaya, demi mencapai visi Indonesia Maju.
Kata Kunci: TNI, Papua Barat Daya, NKRI, TMMD, Integrasi, Kesejahteraan, Hak Asasi Manusia (HAM), Akuntabilitas Sipil.

A. Pendahuluan

Memasuki usia ke-80 pada 5 Oktober 2025, Tentara Nasional Indonesia (TNI) mewakili institusi pertahanan negara yang telah melalui proses metamorfosis struktural dan doktrinal yang signifikan. Transformasi dari entitas revolusioner (TKR) menjadi kekuatan profesional yang diatur oleh Undang-Undang merupakan penegasan supremasi sipil dan akuntabilitas dalam kerangka demokrasi. Momentum refleksi 80 tahun ini sangat strategis untuk mengukur kesiapan TNI, tidak hanya sebagai alat pertahanan negara, melainkan juga sebagai aktor kunci dalam mendukung stabilitas dan pembangunan nasional.

Fokus refleksi ini diarahkan secara spesifik kepada Tanah Papua, khususnya Provinsi Papua Barat Daya (PBD), sebagai wilayah yang menyimpan tantangan keamanan, geopolitik, dan pembangunan yang kompleks. Sejak integrasi pada tahun 1960- an, peran TNI telah meluas dari tugas militer murni menjadi fungsi teritorial yang berorientasi pada upaya pemantapan kedaulatan di tengah eskalasi konflik dan kesenjangan sosial-ekonomi.

Tema resmi HUT TNI ke-80, “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju”, secara jelas menggarisbawahi tiga komitmen institusional: profesionalisme militer (Prima), keterpaduan dengan masyarakat (Rakyat), dan kontribusi terhadap pencapaian visi pembangunan nasional (Indonesia Maju). Di Papua Barat Daya, peran TNI diuji dalam menyeimbangkan pilar Prima (melalui penegakan hukum dan akuntabilitas) dengan pilar Rakyat (melalui TMMD dan pendekatan kesejahteraan), sebagai syarat mutlak untuk akselerasi pembangunan dan penyelesaian isu HAM.

Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi historis, mengevaluasi peran aktual TNI dalam aspek teritorial dan pembangunan di Papua Barat Daya, serta merumuskan prospek ke depan bagi TNI dalam mewujudkan pilar Prima, Rakyat, dan Maju di wilayah tersebut.

B. Fondasi Historis dan Legitimasi Kedaulatan di Papua

  1. Evolusi Institusi dan Doktrin Kemanunggalan
    Fondasi legitimasi TNI sebagai “Tentara Rakyat” berakar kuat pada sejarah kelahirannya. Dimulai dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 22 Agustus 1945, yang kemudian ditingkatkan menjadi TKR (5 Oktober 1945), institusi ini merupakan kekuatan bersenjata yang lahir dari inisiatif rakyat. Evolusi ini melahirkan doktrin Kemanunggalan TNI dengan Rakyat, yang berfungsi sebagai landasan filosofis bagi peran TNI di luar fungsi pertahanan murni. Doktrin inilah yang secara historis membenarkan keterlibatan militer dalam pembangunan sosial-ekonomi, yang kini terwujud dalam konsep Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
  2. Peran Sentral dalam Integrasi Papua (Trikora)
    Dalam konteks Papua, peran TNI sebagai Patriot NKRI mencapai puncaknya melalui Operasi Trikora. Pengumuman Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961 menandai mobilisasi TNI melalui Komando Mandala. Keberhasilan operasi infiltrasi TNI menjadi faktor politik dan psikologis yang krusial, memfasilitasi penyerahan administrasi Irian Barat kepada Indonesia (Perjanjian New York 1962 dan UNTEA 1963). Pepera pada tahun 1969 kemudian secara de jure mengukuhkan Papua dalam NKRI.
    Namun, harus diakui bahwa proses tersebut meninggalkan kontroversi historis mengenai legitimasi politik dan representasi hak penentuan nasib sendiri masyarakat Papua. Kontroversi inilah yang kemudian menjadi akar bagi konflik dan tuntutan otonomi, yang menuntut TNI untuk menerjemahkan Kemanunggalan (TNI Rakyat) menjadi pendekatan pembangunan yang adil.

C. Reorganisasi dan Penataan Kewilayahan Militer di Papua Barat Daya

  1. Kodam XVIII/Kasuari
    Untuk merespons luasnya wilayah Papua dan kebutuhan peningkatan efektivitas keamanan, TNI melakukan reorganisasi strategis. Provinsi Papua Barat Daya berada di bawah kendali Komando Daerah Militer (Kodam) XVIII/Kasuari, yang resmi berdiri pada tahun 2016. Pembentukan Kodam baru dan rencana penambahan Satuan Komando Kewilayahan (Satkowil) di Papua Barat Daya merupakan perwujudan dari pilar TNI Prima karena bertujuan pada:
    a. Efisiensi Komando: Memperpendek rantai komando, yang esensial untuk respons cepat terhadap ancaman keamanan dan penanganan bencana.
    b. Intensifikasi Binter: Memperkuat implementasi Pembinaan Teritorial (Binter) melalui pendekatan yang lebih dekat dengan masyarakat, sejalan dengan strategi pengembangan postur TNI-AD dihadapkan pada DOB.
  2. TMMD sebagai Manifestasi Peran Pembangunan
    Peran TNI dalam pembangunan di Papua Barat Daya diwujudkan secara nyata melalui TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD). Sebagai OMSP, TMMD berfungsi sebagai instrumen untuk mengatasi keterisolasian wilayah dan kesenjangan infrastruktur yang melanda daerah terpencil di Papua Barat Daya. Secara akademis, TMMD diakui berhasil dalam meningkatkan akses layanan dasar dan memperkuat kohesi sosial antara TNI dan rakyat. Keunikan TNI dalam pembangunan infrastruktur terletak pada pengerahan satuan Zeni yang memiliki kapabilitas combat engineering.
    Namun, TMMD juga memunculkan dilema akademik yang mendasar: potensi pengaburan batas sipil-militer. Keterlibatan militer yang masif dalam domain sipil menuntut penguatan kontrol sipil yang efektif. Jika tidak, TMMD berisiko menciptakan ketergantungan pemerintah daerah pada aset militer, alih-alih membangun kapasitas sipil yang berkelanjutan. Hal ini menuntut agar TNI Prima tetap berpegang pada batasan demokratis.

D. TNI Prima dan TNI Rakyat: Tantangan Akuntabilitas, HAM, dan Pendekatan Kesejahteraan

Peran TNI di Papua Barat Daya saat ini diuji melalui tantangan untuk mewujudkan TNI Prima (profesional dan akuntabel) di tengah operasi keamanan, sekaligus meneguhkan TNI Rakyat (humanis dan pro-kesejahteraan).

  1. Dilema Keamanan dan HAM

Papua Barat Daya tetap dikategorikan sebagai wilayah rawan konflik akibat keberadaan kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan kelompok bersenjata yang sering disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Dalam penanganan gangguan keamanan ini, TNI menerapkan Operasi Siaga Tempur, yang harus dilaksanakan dengan berpedoman pada standar Hukum HAM Internasional dan Hukum Humaniter, sebagaimana diatur dalam aturan nasional dan konvensi internasional terkait. Namun, laporan dari organisasi internasional seperti Amnesty International dan hasil kajian akademis tetap mencatat adanya dugaan insiden pelanggaran HAM pada sejumlah operasi keamanan di Papua, baik yang dilakukan oleh aparat keamanan maupun dalam situasi konflik bersenjata.
Mewujudkan TNI Prima mengharuskan TNI untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi dalam setiap operasinya. Pelanggaran HAM, sekecil apa pun, dapat merusak legitimasi TNI Rakyat dan mengganggu upaya peacebuilding. Sinkronisasi kebijakan pertahanan dalam OMSP dengan penghormatan HAM adalah kunci untuk memastikan bahwa operasi keamanan di Papua tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip profesionalisme dan kemanusiaan.

  1. Urgensi Pendekatan Kesejahteraan dan Budaya

Stabilitas jangka panjang di Papua Barat Daya mensyaratkan pergeseran dari pendekatan state-centric security ke pendekatan komprehensif berbasis kesejahteraan dan human security. Ini adalah inti dari implementasi TNI Rakyat:
a. Pembangunan Kesejahteraan: TNI harus terus mendukung upaya Pemerintah Daerah untuk mengatasi kesenjangan ekonomi yang menjadi akar konflik.
b. Sensitivitas Budaya: Kehadiran TNI harus mengintegrasikan kearifan lokal dan adat Papua. Pembangunan prajurit sebagai “orang Papua” secara identitas dan komitmen sangat penting untuk membangun solidaritas.
c. Kolaborasi Sipil-Militer: TNI harus berperan sebagai jembatan komunikasi, mendukung pemerintah daerah (termasuk Badan Kesbangpol) dan merangkul tokoh adat dalam manajemen konflik.

E. Kesimpulan: Prospek TNI Menuju Indonesia Maju

Refleksi 80 tahun TNI menegaskan peran penting TNI sebagai pilar kedaulatan NKRI di Papua Barat Daya. Keterlibatan TNI, mulai dari sejarah Trikora, penataan Kodam XVIII/Kasuari, hingga program TMMD, telah memberikan kontribusi nyata bagi stabilitas dan pembangunan infrastruktur.
Sesuai dengan tema “TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju”, prospek TNI di Papua Barat Daya harus berorientasi pada tiga pilar utama:

a. TNI Prima (Profesionalisme dan Akuntabilitas): Reformasi harus berlanjut untuk memperkuat kontrol sipil, memastikan bahwa peran TNI di luar tugas utamanya tunduk pada kebijakan sipil, dan menjamin transparansi serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran HAM.
b. TNI Rakyat (Kesejahteraan dan Kemanunggalan): TNI harus memimpin transisi paradigma di Papua, di mana keamanan dipandang sebagai prasyarat bagi kesejahteraan, melalui pendekatan human security dan sensitif budaya20.
c. Indonesia Maju (Sinergi Inklusif): Keberhasilan terletak pada sinergi efektif antara TNI, pemerintah daerah Papua Barat Daya, dan masyarakat adat. Sinergi ini akan mengubah Papua Barat Daya dari arena konflik menjadi ruang bagi transformasi sosial-ekonomi yang adil dan berkelanjutan.

Dengan menjunjung tinggi profesionalisme (Prima) dan menempatkan kesejahteraan rakyat (Rakyat) sebagai inti dari tugas teritorialnya, TNI dapat secara meyakinkan mewujudkan TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju di Tanah Papua Barat Daya.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *