Example floating
Home

Sekali Lagi Putusan DPP Golkar Melukai Hati Warga Papua Barat Daya

28
×

Sekali Lagi Putusan DPP Golkar Melukai Hati Warga Papua Barat Daya

Sebarkan artikel ini

“Ibarat luka lama digores kembali, Partai berlambang pohon beringin yang saat ini dinahkodai tokoh Papua, Bahlil Lahadalia ini kembali membuat keputusan yang cukup membuat gemas. Ini terkait dengan jatah kursi pimpinan di DPR Papua Barat Daya”

Sorong, Detikpapua.Net – Partai Golongan Karya (Golkar) kembali membuat keputusan kontroversi yang mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat, khususnya warga Papua Barat Daya. Bahkan beberapa keputusan yang diambil DPP Golkar, dinilai telah melukai hati warga Papua Barat Daya.

IMG-20250205-WA0013

Sebelumnya, warga dihebohkan dengan keputusan di injuri time Golkar saat penentuan rekomendasi calon gubernur Papua Barat Daya periode 2024-2029. Sebelumnya rekomendasi Golkar diketahui sudah diserahkan kepada Ketua DPD Drs. Ec. Lambert Jitmau, MM, namun di menit akhir keputusan berubah, Golkar justru menunjuk Wakil Sekjen Dr. Bernard Sagrim, MM sebagai perwakilan untuk bertarung di Pilgub Papua Barat Daya.

Anggota DPR PBD sekaligus sebagai Plt Ketua DPD I Golkar Papua Barat Daya, Max Hehanusa didampingi sejumlah anggota DPR PBD saat menemui massa pendemo di depan Kantor DPR PBD, Jumat (31/01/2025). Foto/Yohanes Sole

Keputusan tersebut sontak mendapat protes keras dari para pendukung dan simpatisan Golkar, bahkan oleh sebagian besar pengurus Golkar di Papua Barat Daya. Aksi demo dan bakar ban pun tak terelakkan hanya berselang beberapa menit pasca putusan itu keluar. Aksi tersebut sebagai bentuk ekspresi warga atas keputusan DPP yang dinilai tidak sesuai harapan masyarakat.

Bahkan, beberapa waktu kemudian, Ketua DPD Golkar PBD Lambert Jitmau, memerintahkan kadernya untuk memboikot dan tidak memilih kandidat yang diusung Golkar. Hal ini ternyata memiliki efek besar, terbukti Dr. Bernard Sagrim keok di urutan ketiga, kalah dari Cagub nomor urut 3 Elisa Kambu dan Cagub nomor urut 1 Abdul Faris Umlati. Dinilai membangkang, Lambert Jitmau pun dicoret dari barisan pengurus Golkar, sehingga saat ini jabatan ketua DPD I Golkar PBD diemban oleh seorang pelaksana tugas (Plt).

Ibarat luka lama digores kembali, Partai berlambang pohon beringin yang saat ini dinahkodai tokoh Papua, Bahlil Lahadalia ini kembali membuat keputusan yang cukup membuat gemas. Ini terkait dengan jatah kursi pimpinan di DPR Papua Barat Daya.

Sebagaimana diketahui Partai Golkar keluar sebagai pemenang dalam pemilihan legislatif (Pileg) di Papua Barat Daya yang dihelat pada Februari 2024 lalu. Golkar meraup 8 kursi sekaligus, sehingga berhak mendapatkan jatah kursi pimpinan dalam hal ini kursi ketua DPR PBD.

Ditengah euforia merayakan kemenangan tersebut, masyarakat khususnya pendukung Golkar Papua Barat Daya, lantas kembali menelan pil pahit. Ini usai DPP Golkar mengeluarkan keputusan yang juga cukup kontroversial, dengan menunjuk salah satu kadernya yakni Henry A Wairara sebagai ketua DPR PBD.

Padahal jika dilihat, animo dan dukungan masyarakat, lebih kepada kader senior Golkar yakni Yosafat Kambu, karena selain memiliki suara tertinggi (urutan 2 dibawah Jein Andjar), Yosafat juga merupakan tokoh paling berjasa dalam menghadirkan Provinsi Papua Barat Daya. Ia adalah ketua Tim Presidium Pemekaran Provinsi PBD yang telah berjuang habis-habisan demi terealisasinya pemekaran provinsi ini.

Namun, kecintaan masyarakat dan jasa-jasa pelaku pemekaran itu sepertinya tidak menjadi acuan bagi “Pohon Beringin” yang lebih memilih orang lain. Mirisnya, kader yang ditunjuk malah merupakan kader yang datang dengan suara paling sedikit dari keseluruhan 8 anggota DPR PBD asal partai Golkar. Henry A Wairara hanya meraup 1.511 suara, beda jauh dengan Yosafat Kambu yang mendapatkan suara sebanyak 5.243.

Psikologi publik kian tertekan setelah mengetahui kader yang ditunjuk Golkar ternyata bukan berasal dari wilayah Doberai, wilayah adat dimana Provinsi Papua Barat Daya berdiri. Henry A Wairara secara garis keturunan berasal dari wilayah adat Saireri, sehingga secara kultus mestinya yang dianggap paling layak untuk memimpin DPR PBD adalah Yosafat Kambu, yang merupakan putra asli Doberai.

Sebagai respon atas putusan yang dinilai tidak adil tersebut, masyarakat Papua Barat Daya kembali mengambil inisiatif turun ke jalan. Mereka melakukan aksi protes terhadap pimpinan DPP Golkar dengan mengelar aksi unjuk rasa. Kali ini masa memilih untuk menduduki Kantor DPR Papua Barat Daya, tepat saat para wakil rakyat tersebut hendak melakukan rapat pleno penetapan pimpinan defenitif.

Jumat 31 Januari 2025 menjadi hari yang akan dikenang sebagai hari yang cukup menyakitkan bagi masyarakat Papua Barat Daya, khususnya bagi mereka yang menggelar aksi demo damai di Kantor DPR PBD Jalan Pendidikan Km 8 Kota Sorong. Bagaimana tidak, mereka yang datang dengan penuh harapan agar para wakil rakyat mendengarkan aspirasi mereka, justu bersikap sebaliknya.

Ditengah aksi demo tersebut, para anggota DPR tetap melanjutkan agenda sidangnya dan menetapkan nama-nama yang sudah disodorkan oleh masing-masing pimpinan partai politik pemenang pemilu yakni dari Partai Demokrat Aneke Lieke Makatuuk (wakil), kemudian dari PDIP Fredi Marlisa (wakil) dan dari Golkar Henry A Wairara (ketua). Ketiganya ditetapkan dan diusulkan untuk segera dilakukan pelantikan sebagai pimpinan defenitif.

Para wakil rakyat beralasan bahwa pihaknya hanya menjalankan aturan serta agenda kedewanan yang ada dan tidak bisa berbuat apa-apa, karena surat yang ditunjukan oleh ketiga calon pimpinan DPR, merupakan surat resmi dari setiap pimpinan partai politik masing-masing. Penyampaian ini keluar dari mulut salah satu anggota DPR PBD yang tidak lain merupakan Plt Ketua DPD I Golkar PBD Max Hehanusa saat menemui massa pendemo usai sidang.

Meski sempat terlibat argumen dengan Max Hehanusa yang saat itu didampingi oleh beberapa anggota DPR PBD lainnya, massa pendemo akhirnya pulang dengan tangan kosong. Mereka pulang membawa kekecewaan sekaligus mosi tidak percaya baik kepada partai Golkar sendiri maupun kepada para wakil rakyat di DPR PBD yang secara tidak langsung mengabaikan aspirasi mereka.

Salah seorang perwakilan massa yang sempat terecord penyampaiannya di hadapan para wakil rakyat, Rauf Rumagesan mengaku sangat kecewa dengan sikap para wakil rakyat yang terkesan tidak mempedulikan aspirasi yang disampaikan masyarakat. Padahal masyarakat tidak meminta banyak, mereka hanya meminta agar ada penghargaan kepada tokoh senior, pemilik suara terbanyak, anak asli Doberai sekaligus tokoh yang memiliki peran sentral dan berjasa menghadirkan provinsi Papua Barat Daya.

“Kami hanya minta untuk diberikan penghargaan kepada tokoh yang paling kami cintai, yang telah berjasa untuk menghadirkan provinsi ini. Bapak Yosafat Kambu adalah anak asli Doberai yang punya wilayah adat untuk Provinsi Papua Barat Daya ini. Kami mau supaya daerah ini aman dan nyaman, jadi hargai orang yang sudah berjasa banyak untuk provinsi ini,” ujar Rumagesan.

Meski demikian, ia mengaku pihaknya tidak hilang asa, selama belum ada pelantikan, pihaknya akan terus berjuang, bahkan jika diperlukan untuk melakukan aksi serupa di kantor DPP Golkar, pihaknya siap melakukannya. Ia menegaskan, pihaknya akan mendesak pimpinan DPP Golkar untuk mencabut kembali surat yang telah diberikan kepada Henry A Wairara dan menunjuk Yosafat Kambu sebagai pengganti.

“Untuk pengurus DPD Golkar Papua Barat Daya segera usulkan kembali nama calon ketua DPR PBD, bila perlu cukup usulkan satu nama saja yakni Bapak Yosafat Kambu. Kami akan kawal terus sampai aspirasi kami terjawab, bila perlu kami akan melakukan aksi serupa di kantor DPP Golkar. Kami tegaskan tidak boleh ada pelantikan sebelum surat DPP Golkar ini direvisi,” pungkasnya.

Hingga kini, pihak Partai Golkar belum memberikan keterangan resmi terkait aspirasi yang disampaikan masyarakat. Plt Ketua DPD Golkar PBD Max Hehanusa, yang sempat dimintai tanggapan oleh awak media usai menemui massa pendemo enggan berkomentar dan memilih meninggalkan Kantor DPR lebih awal dari rekan-rekannya yang lain.

Namun seturut informasi yang dihimpun media ini, Max Hehanusa juga merupakan satu dari beberapa anggota DPR PBD asal Partai Golkar yang memilih walk out dari pleno karena tidak setuju dengan putusan DPP Golkar yang menunjuk Henry A Wairara sebagai ketua.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IMG-20250205-135239