Sorong, Detikpapua.Net – Panitia Seleksi (Pansel) DPRP Papua Barat Daya dan Pansel DPRK Kabupaten Kota, diminta untuk lebih terbuka dalam memberikan ruang kepada semua orang Asli Papua (OAP). Hal ini disampaikan Ketua Lembaga Adat Perempuan Papua Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya Adolina Kondologit, saat diwawancarai awak media, Sabtu (07/12/2024).
Adolina menjelaskan, Undang-undang otonomi khusus (Otsus) yang didalamnya berisi amanat tentang DPR Otsus, tidak lahir begitu saja, atau tidak lahir berdasarkan basis-basis kesukuan yang ada di Papua. Namun, UU tersebut lahir dari perjuangan, darah dan air mata semua orang asli Papua. Juga sebagai jawaban atas kesenjangan pembangunan yang ada di seluruh tanah Papua.
Kursi otonomi khusus Papua, lanjut Adolina bukan kursi kesukuan tetapi kursi yang menembus batas-batas wilayah adat di tanah Papua sehingga perbedaan wilayah adat tidak bisa menjadi utama dan persoalan untuk tidak memberikan ruang bagi suku-suku dari wilayah adat lain di tanah Papua untuk maju di wilayah adat lain.
“Kursi ini datang bukan untuk etnis atau suku tertentu di Papua, tetapi untuk semua orang yang berentitas sebagai suku asli Papua, yang berdomisili di 6 wilayah adat Papua. Yang penting orang Papua yang mempunyai kemauan dan niat untuk bagaimana memperjuangkan hak-hak dasar juga hak hidup OAP. Wilayah adat Tabi, Saireri dan Mepago Lapago bisa maju di Anim Ha atau Domberai dan Bomberai begitu juga sebaliknya,” ujar Adolina.
Adolina menambahkan, kehadiran UU Otsus yang didalamnya termaktub hak-hak politik OAP, merupakan berkat yang sejatihnya harus disyukuri oleh segenap orang asli Papua, bukan sebaliknya dijadikan sebagai ajang untuk memunculkan persoalan baru, yang akan mengancam eksistensi dan kerukunan sesama orang asli Papua.
Baginya, semua pihak harus menerima dengan lapang dada, apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat, untuk memberikan ruang seluas-luasnya kepada semua orang asli Papua, dalam merengkuh hak-hak dasar, termasuk dalam bidang politik. Jangan lagi, hak-hak tersebut dirampas lagi oleh sesama orang asli Papua sendiri.
Lebih jauh Adolina menyinggung soal jatah 30 persen kursi Otsus untuk perempuan asli Papua, menurutnya jatah tersebut wajib direalisasikan dan dengan fomat yang sama yakni bagi semua perempuan asli Papua. Dalam artian perempuan Papua yang mempunyai kemampuan untuk memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua, khususnya kaum perempuan.
“30 persen jatah kursi untuk perempuan itu harga mati untuk OAP siapa saja, asal dia punya kemampuan dan keberanian serta mampu memperjuangkan hak masyarakat OAP dengan penuh tanggungjawab, sehingga kedepan perempuan Papua bisa diperhatikan dengan baik, semua hak-haknya,” tutup Adolina.