Sorong, Detikpapua.Net – Anggota DPRP Papua Barat Daya Willem Asem, SE kembali mengkritisi kebijakan strategis pemerintah pusat yang dinilai tidak memberikan dampak positif secara inklusif dan berkeadilan. Kali ini Legislator Perindo ini menyampaikan kritikan terkait pemberlakuan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
Kepada awak media, Willem menerangkan kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto telah menghambat progresifitas pembangunan di daerah, karena rampingnya postur anggaran yang diberikan pemerintah pusat setelah dilakukan pemotongan sebagai konsekuensi dari pemberlakuan Inpres nomor 1 tahun 2025 tersebut.
Ia menyebut, dampak dari pemotongan anggaran tidak hanya melemahkan daya laju pembangunan infrastruktur tetapi juga menyentuh sektor-sektor riil, khususnya di bidang ekonomi karena minimnya peredaran dan perputaran uang di masyarakat. Khusus di wilayah Provinsi Papua Barat Daya, bahkan tanah Papua pada umumnya, kondisi kian terasa sulit dengan rendahnya tingkat kemandirian fiskal daerah.
“Kita tidak bicara yang di kota-kota besar ya, tapi kita bicara yang di kampung-kampung, di kecamatan, distrik dan pelosok-pelosok, bagaimana kebijakan efisiensi ini sangat memberatkan bagi mereka. Pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, air bersih dan kebutuhan dasar lainnya sulit terlayani, karena pemerintah daerah terbatas dari sisi fiskal. Ini bukan mengada-ada tapi riil hasil temuan kami di lapangan,” ujar Willem sebagaimana rilis yang diterima media ini, Jumat (07/11/2025).
Ia pun mengkritisi kebijakan efisiensi anggaran yang menurutnya sangat prematur dan tidak dikaji secara mendalam untuk melihat karakteristik kebutuhan dan hambatan di setiap daerah. Apalagi Papua dengan kondisi geografis yang begitu sulit, sangat tidak mungkin dibangun dengan dana seadanya seperti saat ini. Belum lagi berbicara Papua sebagai daerah Otonomi Khusus (Otsus) tentu sedikit “gegabah” jika harus ikut tersentuh oleh kebijakan efisiensi tersebut.
“Kita di Papua ini daerah Otsus dengan karakteristik tantangan geografis yang sangat luar biasa sulit. Mestinya tidak bisa disapuratakan dalam kebijakan efisiensi ini. Sekarang siapa yang diuntungkan dari kebijakan ini, atau apa dampak positifnya. Justru masyarakat kecil yang dirugikan, ekonomi tidak jalan, pembangunan mandek, pendidikan terhambat semua stuck ditempat begitu,” tekan Willem.
Ia juga menyoroti pengalokasian dana hasil efisiensi yang sebagian besar masuk dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), program yang ia sebut sangat mubazir dan tidak produktif. Hanya untuk memberi makan satu kali saja bagi siswa, harus mengorbankan sektor-sektor dasar lainnya, yang sejatinya bisa memberi peluang bagi orang tua untuk meningkatkan perekonomian keluarga yang didalamnya bisa mengcover makan siang anak sekolah di masing-masing keluarga.
Ia pun membandingkan, jika anggaran MBG tersebut dikembalikan untuk membantu perekonomian mama-mama Papua melalui bantuan modal usaha misalnya, tentu akan lebih produktif dan bermanfaat, karena bisa dikelola kemudian bisa memberikan penghasilan bagi masyarakat. Begitupun sektor-sektor lainnya termasuk infrastruktur jalan dan jembatan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat, dengan begitu pertumbuhan ekonomi bisa semakin meningkat.
“Karena pada umumnya masyarakat yang ada di Papua ini lebih banyak berada di daerah pinggiran, daerah terluar, daerah terisolir. Itu mereka berada disana dan mereka punya harapan akses pembangunan jalan, jembatan bandara itu harus sama sampai di kampung-kampung, di dusun-dusun, di distrik-distrik. Itu harapan utama mereka,” sebut Willem.
Diakhir penyampaiannya, Willem berharap agar pemerintah pusat khususnya Presiden Prabowo Subianto lebih jelih melihat kebutuhan masyarakat, termasuk masyarakat yang ada di tanah Papua. Ia berharap agar di tahun depan dan tahun-tahun berikutnya tidak ada lagi kebijakan efisiensi anggaran seperti yang terjadi saat ini, karena bagaimanapun masyarakat kecil yang ada di pelosok-pelosok tetap menjadi korban.
Ia juga berharap, agar pemerintahan Prabowo-Gibran bisa meniru atau melanjutkan program-program yang pernah dilakukan Presiden Jokowi di pemerintahan sebelumnya, yakni memperbanyak pembangunan infrastruktur di tanah Papua. Hal ini sangat penting dalam rangka mengentaskan ketimpangan pembangunan yang terjadi antara daerah lain dengan tanah Papua.
“Kami berharap, mungkin satu tahun kemarin atau tahun ini ada efisiensi, tapi tahun-tahun ke depan itu tidak boleh terjadi efisiensi lagi. Kalau terjadi efisiensi lagi, kemudian anggaran ini terus dipanggas sampai pada lima tahun, saya yakin masyarakat-masyarakat akan mengalami korban pembangunan di semua aspek baik pendidikan, kesehatan, infrastruktur penerangan dan sektor lainnya. Pasti mereka akan mengalami hambatan yang signifikan,” pungkasnya.












