Raja Ampat, DetikPapuaNet— Raja Ampat resmi diakui UNESCO sebagai bagian dari Jaringan Cagar Biosfer Dunia pada 27 September 2025. Penetapan ini diumumkan dalam sidang 37th International Coordinating Council (ICC) Man and the Biosphere (MAB) Programme UNESCO di Lin’an, Hangzhou, China, yang dihadiri 34 negara anggota ICC dan lebih dari 136 negara anggota program MAB UNESCO sebagai observer.
Predikat ini menjadi pengakuan bergengsi kedua bagi Raja Ampat setelah sebelumnya pada 2023 ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp). Dengan demikian, Raja Ampat kini termasuk dalam sedikit wilayah di Indonesia yang memiliki status ganda UNESCO, sejajar dengan Rinjani–Lombok, Belambangan–Ijen, dan Bantimurung Bulusaraung Ma’ruppane–Maros Pangkep.
Bupati Raja Ampat, Orideko I. Burdam, menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya atas pencapaian ini. “Dengan dua status UNESCO ini, kami berharap pembangunan berkelanjutan di Raja Ampat semakin kuat. Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung hingga Raja Ampat mendapat pengakuan dunia internasional sebagai Cagar Biosfer,” ujarnya.

Pengusulan Raja Ampat sebagai Cagar Biosfer telah dimulai sejak 2018 oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat Daya, dengan dukungan BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Universitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA) Sorong, Fauna & Flora Indonesia (FFI), serta masyarakat Raja Ampat. Dukungan multipihak ini mengantarkan Raja Ampat bergabung bersama 789 Cagar Biosfer lain dari 136 negara.
Kepala BBKSDA Papua Barat Daya, H. Genman S. Hasibuan, yang hadir mewakili Kementerian Kehutanan RI, menegaskan pentingnya rencana pengelolaan jangka panjang secara multipihak. “Harapannya, manajemen terintegrasi ini dapat melibatkan seluruh pihak kunci untuk menjamin kelestarian kawasan yang kini menjadi Cagar Biosfer pertama di Tanah Papua,” katanya.
Dari sisi akademik, Sirojjuddin, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Riset Inovasi dan Kerjasama UNIMUDA Sorong, menilai status ini sebagai peluang besar. “Cagar Biosfer Raja Ampat dapat menjadi pintu masuk kerja sama nasional dan global dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sangat dinantikan generasi muda Papua,” ujarnya.
Cagar Biosfer Raja Ampat mencakup ekosistem pulau kecil dan laut di Provinsi Papua Barat Daya, wilayah Wallacea, yang berada di segitiga karang dunia (Coral Triangle). Luas total wilayahnya mencapai 13.104.345 hektar, terdiri dari zona inti seluas 2.386.489 ha, zona penyangga 2.317.708 ha, dan zona transisi 8.400.147 ha.
Pengakuan ini menegaskan komitmen Indonesia menjaga keanekaragaman hayati, sekaligus menjadikan Raja Ampat sebagai model pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan status baru ini, Raja Ampat tidak hanya menjaga warisan geologi dan keanekaragaman hayati laut, tetapi juga membuka jalan menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat.