Jakarta, Detikpapua.Net – Bupati Sorong Selatan Petronela Krenak, S.Sos bersama Wakil Bupati (Wabup) Yohan Bodory, S.Sos.,M.Tr.AP menemui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia di Jakarta, Rabu (10/09/2025).
Kehadiran orang nomor 1 dan 2 di Sorsel ini tidak lain untuk memperjuangkan jatah Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) sebagai daerah terdampak dari aktivitas perusahaan Migas di wilayah Bintuni, Provinsi Papua Barat.

Dalam pertemuan tersebut, ketiganya membahas sejumlah isu strategis dan potensi di sektor energi dan mineral di wilayah Sorong Selatan, termasuk dampak fiksal dibidang energi dan mineral pasca Provinsi Papua Barat Daya berdiri, terpisah dari Provinsi Papua Barat.
Pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh keakraban itupun menghasilkan sejumlah poin penting, yang bisa menjadi peluang bagi pemerintah pusat maupun Pemda Sorong Selatan sendiri dalam pemanfaatan potensi dan hasil Migas kedepannya.
Kepada awak media, Wakil Bupati Sorong Selatan Yohan Bodory, S.Sos.,M.Tr.AP mengatakan, poin utama dalam pertemuan tersebut membahas terkait status Kabupaten Sorong Selatan yang sebelumnya merupakan daerah terdampak dari perusahaan Migas di Bintuni.

Dimana, jelas wabup, sebelumya, saat masih bergabung dengan Provinsi Papua Barat, Kabupaten Sorong Selatan mendapatkan jatah DBH Migas dengan kategori sebagai daerah terdampak. Namun, setelah berdirinya Provinsi Papua Barat Daya, dana tersebut tidak lagi diberikan.
“Poinnya kami minta Pemda Sorsel mendapatkan dana bagi hasil Migas. Karena dulu waktu kami masih bergabung di Provinsi Papua Barat, kami masih dapat dari aspek dampak, tapi setelah Provinsi Papua Barat Daya jadi dan kami ada didalamnya, dana itu sudah tidak kami dapatkan lagi. Padahal sampai sekarang aktivitas Perusahaan Migas di Bintuni masih jalan dan kami masih terus mengalami dampaknya,” ujar Wabup Yohan usai pertemuan.
Selain meminta jatah DBH Migas, wabup menyebut dalam pertemuan tersebut juga dibahas terkait potensi Migas di wilayah Sorong Selatan khususnya di Imekko yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pihaknya, lanjut dia sangat membuka diri, untuk terus membangun komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat, agar potensi yang ada dapat dikelola dengan baik, demi mensejahterakan masyarakat.
Pada kesempatan itu, Wabup Yohan juga menyampaikan jawaban Menteri ESDM yang pada intinya sangat merespon baik niat dari Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, dalam pengelolaan potensi Migas di wilayah tersebut. Ia juga menyampaikan bawasannya Menteri ESDM siap menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan dengan harapan Sorong Selatan kembali mendapatkan haknya sebagai daerah terdampak.
“Beliau (Menteri ESDM-red), menyambut baik apa yang menjadi aspirasi dan harapan kami. Tentunya akan diproses dan ditindaklanjuti bersama dengan Kementerian/lembaga di tingkat pusat. Harapan kami apa yang menjadi komitmen bersama ini dapat dilaksanakan dengan serius, sehingga pada akhirnya, kita bisa mendapatkan hasil sebagaimana yang kita harapkan,” ungkapnya.
Lebih jauh ia menyebut, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan saat ini tengah konsen untuk membenahi sejumlah sektor pembangunan di wilayah tersebut. Namun, luasnya wilayah dan tantangan geografis sangat tidak mudah, membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Disisi lain, kemampuan fiskal daerah masih sangat minim, tidak bisa mengakomodir semua kebutuhan yang ada, khususnya di wilayah Imekko yang memang perlu mendapatkan atensi khusus.
Pihaknya, sangat berharap agar DBH Migas bisa diberikan kembali ke Pemda Sorong Selatan. Meski kategorinya hanya sebagai daerah terdampak, namun dana tersebut pastinya akan bermanfaat membantu pemerintah daerah dalam menyelesaikan sejumlah persoalan mendasar yang hingga kini belum terselesaikan karena minimnya kemampuan finansial daerah.
“DBH Migas pastinya sangat membantu, karena bagaimanapun wilayah Imekko misalnya, atau wilayah lain tidak bisa kita bangun hanya mengharapkan anggaran daerah yang ada saat ini. Kalau dana dari DBH Migas ini ada, kita bisa digunakan untuk penguatan ekonomi masyarakat terdampak, infrastruktur dasar yang selama ini tertinggal, dan kompensasi atas kerusakan ekologis akibat aktivitas industri migas itu sendiri,” pungkasnya.