Example floating
HomeOpini

Pulau Sayang dan Piayai Milik Masyarakat Adat Suku Kawei

405
×

Pulau Sayang dan Piayai Milik Masyarakat Adat Suku Kawei

Sebarkan artikel ini

“Fakta Adat, Geografis, Konservasi, Pemanfaatan dan Fakta Hukum”


Oleh: Yulianus Thebu, S.Si.,M.Si

  1. Gambaran Umum

    Kabupaten Raja Ampat yang adalah wilayah kepulauan yang terdiri dari 1.800 pulau besar dan kecil, pulau karang dan atol dengan empat pulau utama yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, yang telah dihuni adalah kurang lebih 35 pulau, panjang garis pantai 753 Km.

    Sebagian besar laut Raja Ampat masuk dalam kawasan konservasi dengan luasnya 1.343.943 hektar. Raja Ampat yang memiliki luas wilayah 4.6 juta hektar, sehingga hampir setengah wilayah Raja Ampat adalah kawasan konservasi.

    Selain itu dengan ditetapkannya Geopark Raja Ampat, maka sebagian besar hampir 90% adalah kawasan geopark Raja Ampat.

    Dari ribuan pulau yang dimiliki Kabupaten Raja Ampat Papua Barat Daya terdapat 3 (tiga) pulau terluar yang berbatasan dengan batas pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara yaitu pulau Gag dengan jarak 55,7 Km dari pulau Gebe, pulau Sayang dan Piayai berjarak 64,8 Km dari pulau Gebe Halmahera Tengah. Pulau Sayang dan Piyai lebih dekat ke kepulauan Wayag Raja Ampat sekitar 24,5 Km.

    Bila dilihat dari penyebaran suku dan bahasa di Kabupaten Raja Ampat terdapat penyebaran suku dari pulau Gebe di Raja Ampat dan terdapat di Pulau Gag Kabupaten Raja Ampat. Terdapat dalam catatan sejarah bahwa Suku Kawei pada tahun 1973 menyatakan terdapat dusun sagu milik Suku Kawei di Pulau Gag. Selain itu khusus untuk pulau Sayang dan Piayai adalah pulau kosong.

    Pulau Sayang merupakan Pulau tempat mencari potensi sumber daya laut yang dilakukan oleh masyarakat adat dari Raja Ampat Utara terlebih khusus suku Usba dari kepualauan Ayau dan pesisir Raja Ampat Utara.

    2. Fakta Adat Kepemilikan Pulau Sayang dan Piyai

    a. Bukti Kepemilikan Adat Suku Kawei
    Salah satu bukti kepemilikan adat terhadap pulau Sayang dan Piayai adalah nama pulau tersebut yang berasal dari bahasa Suku Kawei. Pulau Sayang adalah nama lain disebut pulau Sain. Nama Sain adalah diambil dari bahasa Kawei yang berarti Sayang. Kata sayang itu menggambarkan rasa sedih dan duka karena leluhur suku kawei meninggal di pulau tersebut sebagai tanda pulau tersebut adalah milik suku Kawei.

    Makam leluhur sampai sekarang masih ada dan dianggap makam keramat. Pulau tersebut juga banyak mengkisahkan kearifan local atau adat sehingga Suku Kawei tidak pernah membangun pulau tersebut sebagai tempat tinggal, pulau Sayang sebagai tempat singgah pada saat ritual adat seperti mengamati dan menonton reptile yang paham dengan perintah masyarakat adat suku Kawei.

    b. Terdapat hewan reptile dianggap jelmaan dan tumbuh-tumbuhan keramat yang menjadi kearifan local masyarakat adat suku Kawei.

    c. Pada Tahun 2005 dilakukan upacara adat dan sumpah adat masyarakat adat suku Kawei agar pulau Sain dan Piyai dijadikan Kawasan Konservasi laut.

    3. Fakta Konservasi

    Pulau sayang adalah kawasan Suaka Marga Satwa Laut yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sorong melalui SK Bupati Sorong Nomor 503/358 tanggal 10 Mei 1996 dengan luas 96.000 Ha.

    Pulau Sayang dan Piyai masuk dalam kawasan Suaka Alam Perairan (SAP) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yakni Kepmen KP Nomor Kep. 64/Men/2009. Pulau Sayang termasuk dalam kawasan SAP Raja Ampat yang dilindungi.

    Pulau Sayang dan Piayai adalah pulau tempat penyu hijau dan penyu sisik bertelur. Kawasan ini telah dikelola dan dilindungi dengan menggunakan dana hibah Raja Ampat untuk konservasi dengan nilai kurang lebih 2 miliar rupiah setiap tahun.

    Kawasan ini telah menjadi tempat berbagai aktifitas oleh Pemerintah Raja Ampat, masyarakat adat dan kelompok pemerhati lingkungan di kepulauan Raja Ampat Provinsi Papua Barat Daya

    4. Fakta Geografis

    Pulau Sayang dan Piayai bila ditinjau dari segi jarak, kawasan ini lebih dekat ke Raja Ampat dari pada ke Halmahera Utara. Jarak Pulau Sayang ke Pulau Gebe (pulau terluar Halmahera Utara) adalah sekitar 64,8 Km.

    Sedangkan jarak Pulau Sayang ke kepulauan Wayag Kabupaten Raja Ampat adalah sekitar 24,5 Km. Dari fakta geografis letak pulau Sayang dan Piyai sangat dekat dengan kepulauan Wayag Kabupaten Raja Ampat.

    5. Fakta Hukum

    Dasar hukum kepemilikan pulau Sayang adalah:

    • Undang-undang Dasar (UUD) Tahun 1945 pasal 18B ayat 2.
    • Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat.
    • Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua
    • Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Raja Ampat
    • Undang-undang Nomor 29 Tahun 2022 Tentang Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya
    • Kepmen KP Nomor 64/Men/2009 tentang Pulau Sayang Masuk SAP Kabupaten Raja Ampat.
    • SK Bupati Sorong Nomor 503/358 Tanggal 10 Mei 1996 tentang Suaka Marga Satwa Laut Pulau Sayang.
    • RTRW Kabupaten Raja Ampat 2005 – 2014.

    6. Fakta Pengelolaan dan pemanfaatan Sumber Daya Laut

    Pemanfaatan sumber daya laut di pulau Sayang dan Piayai telah dilakukan sejak nenek moyang kita di Raja Ampat. Kawasan ini menjadi lokasi penangkapan ikan, pengambilan siput, teripang, penyu dan hasil laut lainnya. Kebiasaan ini dilakukan dari dahulu sampai saat sekarang ini. Pulau sayang sangat terkenal di masyarakat adat Raja Ampat.

    Hampir semua orang dari raja ampat pernah berkunjung ke pulau ini, terutama masyarakat Raja Ampat Utara.

    Setiap kali diadakan pesta adat atau keagamaan masyarakat adat Raja Ampat selalu mengambil penyu hijau di pulau ini. Penyu hijau dimasak bersama sagu dan rempah-rempah dan disajikan dalam pesta adat, nama masakan adat ini adalah kawes dan sampai saat ini tetap dilestarikan.

    Klaim Pemerintah Halmahera Utara atas Pulau Sain (Sayang) dan Piyai
    Klaim yang dilakukan Pemerintah Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara adalah berdasarkan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama dan Rupabumi untuk Provinsi Maluku Utara yang dilaksanakan pada tanggal 22 – 23 Mei 2008 di Ternate dan hasilnya adalah tim mencatat bahwa pulau Sain atau Sayang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Pulau Gebe Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.

    Sedangkan hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi untuk Provinsi Papua Barat dilaksanakan pada tanggal 9 – 12 Desember 2008 di Manokwari dihadiri oleh wakil Gubernur Papua Barat (Alm Rohimin Katjong) dianggap tidak paham dengan kondisi Raja Ampat sehingga hasilnya tim tidak mencatat adanya pulau Sain atau Sayang dan Piayai dalam wilayah administrasi Kabupaten Raja Ampat.

    Dari hasil verifikasi tersebut diatas, maka Pulau Sayang (Sain) dan Piyai disimpulkan oleh Dirjen Pemerintahan Umum melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 130/296/PUM tanggal 3 Pebruari 2011 masuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.

    Klaim sepihak pulau sayang dan piyai masuk dalam wilayah administrasi Pemerintah Halmahera Tengah yang disimpulkan Kementerian Dalam Negeri adalah TIDAK BERDASAR sesuai dengan fakta-fakta adat dan hukum yang disampaikan diatas, selain itu bisa saja Pemerintah Raja Ampat dan masyarakat adat suku Kawei tidak dilibatkan pada saat rapat verifikasi di Manokwari pada tanggal 9-12 Desember 2008.

    Dari fakta adat dan hukum serta masyarakat adat tidak dilibatkan dalam rapat verifikasi dimaksud, maka masyarakat adat suku Kawei menolak hasil kesimpulan yang ditetapkan oleh Dirjen Pemerintahan Umum Kementrian Dalam Negeri.

    Dengan demikian klaim kembali status pulau sayang dan Piyai oleh masyarakat adat suku Kawei disampaikan kepada Gubernur Papua Barat, sehingga dilakukan rapat pembahasan kembali status pulau sayang dan piyai pada bulan April tahun 2022. Rapat bertempat di Kemdagri dan dipimpinan oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan dan dihadiri oleh Sekda Papua Barat DR. N. Mandacan, Kepala Biro Hukum Papua Barat, Yulianus Thebu (Anggota MRPB periode 2017 – 2023) sedangkan dari Kabupaten Raja Ampat dihadiri oleh Sekda Raja Ampat DR. Yusuf Salim dan Asisten Pemerintahan Drs. Mansur Sadhan, M.Si (sekarang Wakil Bupati Raja Ampat).

    Kesimpulan Rapat adalah Menteri akan mengundang Gubernur Papua Barat dan Gubernur Maluku Utara dalam rangka penyelesaian sengketa pulau Sayang dan Piyai. Sampai saat ini belum diundang kedua gubernur untuk menyelesaikan persoalan diatas.

    Keputusan masyarakat adat Suku Kawei dalam rapat adat dan rapat bersama Pemerintah Provinsi Papua Barat adalah pulau Sain atau pulau Sayang dan Piyai adalah tetap menjadi milik Masyarakat adat Suku Kawei di Kabupaten Raja Ampat. Untuk itu sangat perlu ditinjau kembali fakta-fakta dan hukum agar status pulau sayang tetap menjadi milik masyarakat adat suku Kawei berdasarkan UUD 1945 pasal 18B ayat 2.

    Tulisan ini disampaikan kepada Bupati Raja Ampat dan pihak-pihak terkait, kiranya dapat menjadi bahan informasi dalam penyelesaian sengketa pulau sayang dan Piyai di Kabupaten Raja Ampat.

    height="600"/>

    Respon (3)

    1. Tulisan saudara Yulianus Tebu diatas sudah cukup bagus sebagai bahan refrensi tambahan untuk mengambil kembali ketiga pulau tersebut. Namun beberapa hari lalu, dalam ruang diskusi ini juga pernah dikemukakan bahwa Pemerintah Propinsi Maluku Utara mengklaim ketiga pulau tersebut berdasarkan kajian historis, sosiologis, yuridis dan budaya. Kalau kita menyatakan bahwa orang Kawe adalah pemilik ulayat dari ketiga pulau tersebut, maka selain aspek yuridis yang sudah dikemukakan oleh Saudara Yulianus Tebu diatas, perlu dilengkapi juga dengan historis, sosial dan budaya sebagai tanggapan balik terhadap apa yang dikemukakan oleh Pemda Maluku Utara. Misalnya tentang sejarah kehadiran orang Kawei di kepulauan Sain, apa sudah cukup dengan adanya satu buah makam yang ada disitu. Sejak kapan makam itu ada disitu dan apa betul itu makam leluhur orang Kawe ? Ingat …Pemda Maluku Utara juga melibatkan Kesultanan Tidore sebagai sumber tertua dalam mengklaim ketiga pulau tersebut dengan meminta rekomendasi sultan yang menyatakan bahwa ketiga pulau tersebut termasuk dalam wilayah pulau Gebe. Singkatnya saya mau katakan bahwa sebaiknya mari kita duduk bersama…undang juga kami orang Betew siapa tahu ada masukan2 yang memperkuat argumen2 yang sudah dikemukakan diatas. Sekedar masukan saja mengapa saya bilang undang juga orang Betew. Orang Betew sudah hadir di kepulauan Raja Ampat jauh sebelum kesultanan Tidore berdiri pada tahun 1495. Sudah pasti mereka tahu lebih banyak tentang hubungan antara Kesultanan Tidore dengan Raja Ampat. Sekian Terima kasih. Salam dari saya Amos Mambrasar.

      1. Mantap saudaraku, sangat setuju usulannya sy tulis sedikit utk info awal selanjutnya diharapkan kita semua dukung pak Bupati R4. Mudah2an Pemda R4 bisa fasilitasi kita duduk bicara sengketa pulau sain dan piyai., tks

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *