Example floating
Opini

Kekuasaan sebagai Sarana Mengalirkan Berkat

108
×

Kekuasaan sebagai Sarana Mengalirkan Berkat

Sebarkan artikel ini

Oleh: Fidelis Sevis, S.Pd*

Pertarungan untuk mendapat kursi kekuasaan sebagai wali kota dan wakil walikota Sorong, dan Pilgub PBD telah digelar. Tetapi, ekspektasi perihal “penggunaan kekuasaan politis” itu, rasanya tidak pernah kelar. Setiap musim kontestasi politik, publik coba meletakkan aneka harapan akan hadirnya situasi sejahtera, ke pundak sosok politik tertentu.

Ritual “pemilihan” di Tempat Pemungutan Suara (TPS), boleh dipatok sebagai manifestasi dari keinginan untuk mendapatkan “figur” yang dinilai punya kapasitas politik mumpuni dalam mewujudkan impian politik itu. Untuk edisi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Sorong dan PBD, 27 November 2024, publik Kota Sorong dan PBD, menaruh kepercayaan kepada duet LOBAT & ANSAR (LOSARI) dalam menahkodai ‘biduk Kota Sorong menuju ‘pantai idaman’ tersebut. Untuk PBD duet ELISA & AHMAD (ELSA) publik menaruh kepercayaan untuk menahkodai propinsi yang termudah di negeri ini.

Selebrasi dan ekspresi “syukur” atas “keterpilihan” itu, telah dihelat. Publik, terutama mereka yang merasa punya ‘andil’ dalam mengantarkan dua ‘insan politik’ itu ke altar kekuasaan, turut berpartisipasi dalam memeriahkan acara itu.

Rasanya, tidak ada lagi ‘debat’ perihal status legitimatif dari kekuasaan yang mereka dapat. Keduanya telah secara sah dan meyakinkan berhasil meraih dukungan pemilih yang signifikan dan ditambah dengan “penolakan gugatan” yang dilayangkan pasangan calon (Paslon) rival ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Pertanyaan kritisnya adalah untuk apa palu kuasa politik yang digenggam itu? Bagaimana semestinya kekuasaan itu digunakan oleh kedua sosok itu? Akankah kekuasaan itu membawa “berkat berlimpah” bagi publik  Kota Sorong dan PBD yang masih didera oleh aneka problem politik yang relatif suram? Apa yang mesti dibuat agar kekuasaan itu benar-benar menjadi “sakramen”, sarana aliran rahmat Tuhan ke Kota dan propinsi yang berlimpah susu dan madu ini?

Sampai di sini, saya teringat sejumput ide politik filsuf Aristoteles. Guru dari Alexander Agung ini  menegaskankan bahwa kekuasaan pada dasarnya adalah alat, bukan tujuan. Sebagai ‘sarana’, kekuasaan itu bersifat netral sebelum digunakan oleh pribadi tertentu.

Status netralitas dari kekuasaan itu akan berubah ketika sudah digunakan untuk tujuan tertentu. Tujuan itu bisa positif, bisa juga negatif, tergantung pada karakter moral individu yang memegangnya. Itu berarti, kekuasaan itu baik. Yang bermasalah adalah orang yang memakai alat kekuasaan itu.

Efeknya adalah penguasa yang  karakternya baik akan menggunakan kekuasaan untuk menciptakan kebaikan, membangun keadilan, dan memperbaiki kehidupan orang lain. Sementara itu, pemimpin yang buruk cenderung menggunakan kekuasaan untuk memperkuat ego, keserakahan, atau mengakumulai kapital pribadi dan keluarga.

Analogi yang tepat untuk membahasakan dua wajah dari kekuasaan itu adalah “api”. Di tangan seorang yang bijak, api bisa digunakan untuk menghangatkan dan memasak makanan, membawa manfaat bagi banyak orang. Tetapi di tangan orang yang jahat, api bisa digunakan untuk membakar dan menghancurkan, menyebabkan kerusakan dan kekacauan.

Kita berharap agar pada periode pertama ini, LOBAT & ANSAR (kota Sorong) dan ELISA & AHMAD (PBD) tidak bermetamorfosis menjadi penguasa yang berwajah tiran dan otoriter. Kita merindukan desain dan implementasi program politik yang efektif, visioner, dan terukur. Jabatan sebagai walikota dan gubernur, dipakai untuk menelurkan kebijakan politik yang pro pada dimensi kemaslahatan publik.

Sebagai publik ‘penerima berkat politik’ sudah semestinya kita “bangun sikap kritis” terhadap setiap kebijakan yang ditelurkan oleh rezim LOBAT & ANSAR dan ELISA & AHMAD. Kita ingin pastikan bahwa “misi dan program politik mereka”, tidak tersendat dalam tahap implementasinya.

Pemimpin politik dipilih untuk menolong dan menuntun publik keluar dari padang gurun persoalan poltik pelik yang membuat hidupnya tidak berkembang. Jika level kesejahteraan publik Kota Sorong dan propinsi PBD ‘terdongkrak secara signifikan’ di bawah kendali politik LOBAT & ANSAR (kota) dan ELISA & AHMAD (propinsi), maka kita patut acungkan jempol dan dendangkan kidung pujian kepada mereka.

Dan mungkin yang istimewa kita akan memberikan kepercayaan untuk menahkodai kembali di periode yang ke dua 2029.

Karena itu, mungkin untuk sementara, kita kurungkan sebagian apresiasi kita sebelum mereka “berhasil” menuntaskan pengerjaan proyek politik kesejahteraan publik itu secara gilang gemilang.

Akhirnya, selamat bertugas kepada walikota & wakil walikota dan gubernur & wakil gubernur terpilih. “Kota Sorong dan PBD bangkit menuju Kota dan Propinsi semakin Mantap”, bukan hanya slogan politik yang tidak punya daya untuk “menendang” bola derita publik Kota dan Propinsi PBD. Sebaliknya, visi itu benar-benar menjadi bintang penuntung ke arah mana biduk tanah yang penuh susu dan madu ini hendak dibawa. Tentu saja, yang kita inginkan “Walikota & Wakil Walikota dan Gubernur & Wakil Gubernur  bisa menghantar kita ke padang rumput yang sejahtera.

*Penulis adalah pengamat sosial dan tinggal di Kota Sorong, Papua Barat Daya.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *