Example floating
Opini

Pemilu adalah Bisnis?

57
×

Pemilu adalah Bisnis?

Sebarkan artikel ini

Pemilu adalah Bisnis?

oleh: Fidelis Sevis

IMG-20241129-160755

Kerisauan yang timbul di benak pemuda merupakan hal yang wajar, sehingga pemuda banyak yang berlomba-lomba mencari wadah penumpahan kerisauannya, diantara beberapa wadahnya, berdiskusi, menulis merupakan wadah yang paling cocok bagi pemuda untuk menjadikan sarana penumpahan kerisauan tersebut.

Ketika bibir tak lagi fasih berbicara maka menulis adalah hal yang cocok untuk menggantikan diskusi, sebab kenyataanya diskusi dan musyawarah sangatlah penting. Hasil diskusi pemuda yaitu berupa sumbangsih pendapat dari sebuah topik permasalahan.

Dari berbagai macam keresahan pemuda semuanya memang harus diungkapkan. Seperti yang ada pada tulisan ini yang merupakan sebuah sumbangsih pendapat berdasarkan pola pikir pemuda tentang politik yang ada di atas tanah dan bangsa ini. Nah, dari hal ini harapan dari saya keresahan yang ada ini, harap di lihat dan di jadikan “pikiran kecil” di waktu santai.

Dalam memandang politik yang ada di atas tanah dan bangsa pada saat sekarang ini tentunya akan menemukan fakta bahwa politik yang ada di atas tanah dan bangsa ini sedang berada dalam kondisi kritis. Kenapa? Karena para pemeran politik menggunakan politik semata-mata hanya untuk mendapat kursi kekuasaan. Ini gambaran bahwa politik di atas tanah ini persaingan itu sudah tidak sehat.

Awal dari kerisauan yang ada pada pemuda tentang politik yaitu berdasarkan fakta politik yang ada dalam kehidupan poiltik Nasional maupun daerah. Fakta-fakta politik tersebut sudah menjadi pandangan pokok bagi pemuda yang memang memiliki cap sebagai generasi bangsa yang berkualitas. Fakta-fakta lain tidak jarang kita jumpai, dari berbagai media berita-berita politik. Berita politik tersebut faktor yang menjadi bahan pola pandang pemuda dalam memandang politik.

Salah satu fungsi dari partai politik adalah dapat memainkan peran dalam sosialisasi politik ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpatisannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke geneari berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan image memperjuangkan kepentingan umum.

Partai politik umumnya langsung istilah politik itu sudah tidak sehat lagi persaingannya. Fakta yang ada memang sesuai dengan kenyataannya.

Sebagaimana pendapat seorang yang pernah berperan dalam politik bahwa antar partai politik yang ada itu bukan kawan melainkan lawan. Partai politik di Indonesia pada saat kampanye menjelang pemilu mereka memang menggunakan sistem demokrasi. Akan tetapi demokrasi yang ada di atas tanah  dan bangsa pada saat sekarang ini sangatlah tidak stabil. Untuk merebut atau mempertahankan kekuasannya pada saat kampanye, politik yang dilakukan sangatlah tidak sehat. Suara yang di dapat dari rakyat bukanlah dari hati nurani.

Di atas tanah ini, pemilu atau pilkada dapat di katakan sebagai “bisnis”, mengapa begitu?. Karena saya dan kita seringkali melihat fakta sosialnya. Sebelum tiga hari atau satu minggu sebelum pencoblosan biasanya. Penentuan suara rakyat sudah di atur oleh uang. Dari gambaran tersebut, masih bisakah di sebut demokrasi yang stabil?

Ada uang saya coblos, begitu istilahnya. Kejadian seperti itu memang menjadi rutinitas dari setiap pemilu atau pilkada di atas tanah dan bangsa ini. Baik pada pemilu pemilihan kepala desa, bupati atau wali kota, gubernur,  DPR dan presiden. Akan tetapi yang paling marak hal semacam di atas ketika pada masa pemilihan bupati, walikota dan DPR walaupun pemilihan kepala desa itu tidak berbentuk partai, sedangkan pada pemilihan presiden itu masih jarang yang melakukan hal yang tidak stabil.

Asusimnya karena masyarakat kemungkinan masih sadar bahwa memilih prediden sebagai pemerintah pemilik tanggung jawab tinggi itu tidak sembarang memilih. Meskipun pada pemilihan presiden tetap ada yang melakukan hal semacam kecurangan, tetapi itu di lakukan sebagian masyarakat yang sangat pro terhadap pilihannya, hal ini ternyata masih ada masyarakat yang masih tergiur dengan uang, tetapi masyarakat yang terpengaruh hanyalah masyarakat yang memiliki pemahaman bahwa uang segala-galanya.

Dengan demikian, apabila calon partai politik yang menang dan mendapat banyak suara kemenangan itu bukan suara murni dari rakyat. Karena saya mempunyai asumsi bahwa ketika para calon pada saat kampanye itu mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membeli suara rakyat, maka ketika sudah terpilih dana yang di keluarkan tersebut pasti akan kembali lagi ke kantongnya.

Seperti pendapat orang yang mengatakan bahwa hal tersebut akan di tutupi kembali dengan cara lain, yakni dengan cara menyelewengkan bantuan yang dari pusat atau mau anggaran yang ada di daerah, spirit ini sudah sangat banyak di perbincangkan tetapi blum ada penanganan secara hukum.

Akankah hal seperti ini akan berlangsung dalam pilkada Kota Sorong dan Papua Barat Daya?

Penulis adalah pengamat sosial dan tinggal di Kota Sorong-Papua Barat Daya

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *