Example floating
BeritaDaerahHomeHukum & KriminalKabar PapuaOpiniPapua Barat DayaPeristiwaPress Release

KILAS BALIK MAYBRAT DALAM KONFLIK PILKADA, IBU KOTA DAN IDEOLOGI

60
×

KILAS BALIK MAYBRAT DALAM KONFLIK PILKADA, IBU KOTA DAN IDEOLOGI

Sebarkan artikel ini

( Sebuah Catatan Pojok dari Rumana )

Oleh : YONAS YEWEN

Saya melihat ada empat konflik utama di Kabupaten Maybrat : 1) klaim ide pemekaran kabupaten, 2) Penetapan wilayah administrative, 3) sengketa letak ibu kota, dan 4) Pertarungan politik dalam pilkada itu sendiri. Pernah Pilkada Maybarat Tahun 2011 Ketua KPU Maybrat, Amus Atkana Dibacok, Rumah di bakar dll.

Konflik Dualisme ibu kota diantara dua kelompok ini memiliki alasan yuridis sangat kuat. Kelompok pertama berlandaskan UU No 13 Tahun 2019 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat dengan ibu kota berada di Kumurkek, Distrik Aifat.

Sedangkan kelompok kedua yang menginginkan ibu kota berada di Ayamaru berdasarkan putusan MK Nomor 18/PUU-VII/ 2009 terkait uji materi UU Nomor 13 Tahun 2009 tentang Kabupaten Maybrat. Dalam catatan gugurnya 4 orang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kampung Kisior, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat merupakan Tragedi pertama di tanah A3 (Maybrat) dalam sepanjang sejarah Papua di gabungan dengan Indonesia.

Pangam XVIII/Kasuari mayen I Nyoman Cantiasa menyebutkan Pos Koramil Kisor diserang Kelompok Kriminal bersenjata (KKB), Kamis 02 September 2021 pukul 03,00 WIT. Penyerangan itu dilakukan sebanyak 50 orang, Insiden tersebut kata Pangdam XVIII/Kasuari 4 orang Anggota TNI gugur, 2 orang anggota TNI luka dibacok dan 5 orang anggota TNI selamat.

Dampak dari tragedi tersebut, Sementara Direktur SKPKC OSA, Pastor Heribertus Lobya, OSA, Kamis (9/1/2025) sepuluh bulan lalu. SKPKC OSA, memaparkan berdasarkan data Jumlah pengungsian warga Maybrat tahun 2023 hingga tahun 2024 sebanyak 600 lebih warga Maybrat masih mengungsi yang tersebesar di sorong, Seperti di jalan intimpura, SP 2, SP 3, KM 28, KM 32, daerah bambu kuning dan sekitaran Malanu, Semua pengungsi dalam kondisi serba kesulitan, Perlu ada perhatian pemerintah.

Kabupaten Maybrat Dalam Bayangan Konflik

Maybrat merupakan sebuah kabupaten Pemekaran Baru sejak tahun 2009 silam bersama dengan Daerah Otonom baru lainnya dengan carakteker Bupati Maybrat Pertama, Dr. Bernad Sagrim, Drs, M.Si. Kabupaten Maybrat yang terdiri 259 Kampung, 1 kelurahan dan 24 distrik dengan jumlah penduduk dengan mayoritas asli Papua di Provinsi Papua Barat (Papua Barat Daya sekarang).

Dilihat dari Geopolitik kabupaten penuh dengan sejarah menyedihkan sejak tahun 1960 di Maybrat sebelum disebut A3 (Ayamaru, Aitinyo dan Aifat) sebagai pernah direbutkan Trikora dengan memakan korban jiwa yang begitu besar seluruhnya OAP sebagai tromatik masa lalu dalam perebutan Irian Barat kedalam NKRI pada tempo dulu.

Kabupaten Maybrat adalah sebuah kabupaten di Provinsi Papua Barat, hingga kini Papua Barat Daya, Indonesia. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 16 Januari 2009 sebagai pemekaran dari kabupaten Sorong dengan UU No.13 Tahun 2009 yang memiliki luas wilayah 5.461,69 kilo meter persegi dengan jumlah penduduk pada tahun 2020 sebanyak 42.991 Jiwa dengan 24
distrik, 259 kampung dan 1 kelurahan yang tersebar di kabupaten Maybrat. Berbatasan
langsung wilayah Utara di Feef, Kebar, Senopi Kabupaten Tambrauw, Timur berbatasan langsung dengan Moskona Utara dan Moskona Selatan, selatan dengan Kokoda dan Kais. Sebelah barat Moswaren, Wayer dan Sawiat.

Konflik Ibu Kota Kabupaten Maybrat

Konflik ibu kota Kabupaten Maybrabrat merupakan konflik berskala besar bahkan nasional menjadi atensi pemerintah pusat dan dimediasi langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kumurkek, Distrik Aifat, Kabupaten Maybrat mengatakan ini masalah sudah 8 tahaun belum selesai, hanya sebuah kabupaten menentukan ibu kota. Sudah aspek hukum ada tapi ternyata perdamaian adat itu utama. Karena sudah selesai dan sudah di Kumurkek.

Dinamika konflik antara masyarakat beserta elit lokal Maybrat terjadi sejak dimekarkan dari
Kabupaten Sorong, dilatari perebutan letak ibu kota kabupaten diantara pusat Distrik Ayamaru yang berada di tepian danau Ayamaru dan Kumurkek, Aifat.

Dualisme ibu kota diantara dua kelompok ini memiliki alasan yuridis. Kelompok pertama berlandaskan UU No 13 Tahun 2019 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat dengan ibu kota kabupaten berada di Kumurkek, Distrik Aifat.

Sedangkan kelompok kedua yang menginginkan ibu kota berada di Ayamaru berdasarkan putusan Mahkam Konstitusi, Melalui putusan Nomor 66/PUU-XI/2013 tanggal 19 september 2013, menegaskan bahwa letak ibu kota berada di Ayamaru. Putusan tersebut diperkuat dengan surat MK Nomor 808/2000/HK.004/2018 tanggal 12 April 2018. Putusan MK terkait ibu kota Maybrat tersebut bukanlah yang pertama. Sebelumnya MK menolak permohonan tersebut lewat putusan MK Nomor 18/PUU-VII/2009 tanggal 24 September 2009 terkait uji materi UU Nomor 13 Tahun 2009 tentang Kabupaten Maybrat.

Meskipun MK pada ahinya mengabulkan permohonan letak ibu kota Maybrat di Ayamaru, Mendagri berpendapat bahwa perdamaian di kalangan masyarakat lebih penting.

Dualisme ini bisa dilihat sebagai bagian dari kepentingan para elit politik lokal yang berbasis pada identitas primordial wilayah yang sempit sehingga menciptakan fragmentasi di masyarakat Maybrat yang dulunya di sebut suku A3 (Aifat, Ayamaru dan Aitinyo). Narasi harga diri yang melekat pada posisi ibu kota kabupaten membenturkan dua kelompok utama yang
bertarung sehingga berdampak pada aktivitas pelayanan publik dan pemerintahan menjadi terganggu.

Akhirya 2019, melalui mediasi pemerintah pusat, terjadinya kesepakatan atau penandatanganan damai antara elit-elit yang terlibat lansung dalam kepentingan konfllik letak ibukota. Dengan begitu, ada kesepakatan yang pada intinya mengakhiri konflik dan Kumurkek diakui sebagai ibu kota dan Pemerintah pusat memberikan jaminan buat kelompok kedua solusi Pemekaran Daerah Otonom Baru Kabupaten Maybrat Sau yang beribukota di Ayamaru, akhinya semua pihak menerima dan aman sampai sekarang.

Acara Perdamaian dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo bersama rombongan, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan, Panglima Kodam XVIII/Kasuari, Kapolda Papua Barat, Dirjen Otonomi Daerah, Sumarsono, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Soedarmono, dan Pejabat lainnya.

Konflik Pemilihan Kepala daerah (Pilkada)

Pilkada seharusnya dilihat sebagai kesempatan untuk melahirkan pemimpin yang berkualitas, agar mampu memimpin daerah dan membawa perbaikan, serta perubahan terhadap kondisi hidup masyarakat. Namun, di tanah Papua pelaksanaan pilkada dari tahun ke tahun selalu menampilkan wajah konflik, tidak sekedar konflik anta elit politik, tetapi juga konflik (berujung pada kekerasan dan kerusakan) horizontal antar masyarakat (para pendukung). Seperti yang baru-baru ini terjadi di kabupaten Puncak Jaya, menyebabkan 40 rumah terbakar dan 94 orang terluka karena serangan panah (Kompas.com 30/11/2024) silam.

Di kabupaten Maybrat sendiri, pada pilada tahun 2017 juga menyajikan beragam konflik, begitu juga pilkada 2024 ini, banyak friksi dan konflik terjadi yang berujung tindakan kekerasan. Konflik tersebut menambah daftar Panjang konflik pemilu/pilkada di tanah Papua, sebagai daerah yang masuk dalam Indeks kerawanan pemilu. Konflik dalam pelaksanaan pilkada di tanah Papua, khususnya dalam pengamatan saya pada beberapa kampung (TPS) di kabupaten Maybrat Papua Barat Daya. Konflik-konflik tersebut, bukan sekedar menodai proses demokrasi itu sendiri, tetapi menciptakan keterpecahan sosial antar masyarakat. Konflik-konflik seperti ini, akan menghambat konsolidasi demokrasi dan integrasi sosial dalam mendukung pembangunan dan kemajuan daerah.

Sehingga, pertanyaan penting akan muncul di kepala kita; apa sebenarnya akar atau penyebab masalah atau konflik ini muncul saat pelaksanaan pilkada di Tahan Papua, dan khususnya di Kabupaten Maybrat? tentu, konflik itu melibatkan berbagai dimensi, aktor dan faktor penyebab.

Penulis menyajikan empat konflik utama di Kabupaten Maybrat : 1) klaim ide pemekaran kabupaten, 2) Penetapan wilayah administrative, 3) sengketa letak ibu kota, dan 4) pertarungan politik dalam pilkada itu sendiri. Sayangnya, latar belakang konflik ini belum berakhir.

Konflikpun berlanjut ke arena politik praktis. Salah satu dinamika yang menarik di Kabupaten Maybrat yaitu Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang dimenangkan Dr.
Bernerd Sagrim, Drs, M.Si alias BS secara bertuturut-turut, Pilkada 2011 BS mengalahkan Pasangan Agustinus Saa-Andy Antoh, Albert Nakoh – Jakobus Sedik, dan Maikel Kambuaya- Yoseph Bless. Lanjut Pilkada Tahun 2017, BS mengalahkan Karel Murafer – Yance Way.

Tergolong usia yang masih mudah, Kabupaten Maybrat baru melakukan Pemilihan Kepala Daerah sebanyak tiga kali: tahun 2011, 2017, dan 2024. Pilkada tahun 2011 menangkan oleh pasangan Bernard Sagrim – Karel Murafer. Lalu di periode kedua (2017) dimenangkan Bernard Sagrim yang berpasangan dengan Paskalis Kocu.

Selanjutnya, pada pemilukada Bupati Maybrat di tahun 2024 pasangan Karel Murafer – Ferdinando Solossa ( MUSA) tampil sebagai pemenag mengalahkan pasangan Kornelius Kambu – Zakeus Momao (KORZA) dan pasangan Agustinus Tenau – Marthen Howay (AMAN) yang ikut
bertarung.

Konflik Ideologi (Papua Merdeka Harga Mati vs NKRI Harga Mati)

Konflik perbedaan ideologi Papua Merdeka harga mati dan NKRI harga mati memang sangat tajam dan sangat sulit dipersatukan dan tak kunjung terselesaikan sejak tahun 1963 hingga sekarang.

Dalam catan gugurnya 4 orang anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kampung Kisior, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat merupkan Tragedi pertama di tanah A3 (Maybrat) dalam sepanjang sejarah Papua di gabungan dengan Indonesia.

Pangam XVIII/Kasuari Mayen I Nyoman Cantiasa menyebutkan Pos Koramil Kisor, Distrik Aifat Selatan, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat kini Provinsi Papua Barat Daya menyebutkan diserang kelompok Kriminal bersenjata (KKB), Kamis 02 September 2021 pukul 03,00 WIT. Penyerangan itu dilakukan sebanyak 50 orang, insiden tersebut kata Pangdam 4 orang Anggota TNI gugur, 2 orang anggota TNI luka dibacok dan 5 orang anggota TNI selamat.

Sementara Rentetan peristiwa Kisor, Aifat, Maybrat yang dipaparkan oleh Direktur Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Ordo santo Agustinus (SKPKC OSA), Pastor Heribertus Lobya, OSA mengatakan bahwa berdasarkan yang dihimpun pihaknya, sebanyak 600 lebih warga Maybrat masih mengungsi di sejumlah wilayah di sorong, Papua Barat Daya dalam serba kesulitan.

Jumlah pengunsian warga Maybrat berdasar data tahun 2023 hingga
tahun 2024 sebanyak 600 lebih warga masih mengungsi yang tersebesar di sorong, mereka tersebar di jalan intimpura, SP 2, SP 3, KM 28, KM 32, daerah bambu kuning dan sekitaran malanu, Semua pengungsi dalam kondisi serba kesulitan kata Direktur SKPKC OSA, dikutip dari media online SorongPos.com.

Sejak itu, Situasi Maybrat tetap rawan konflik ideologi dari sejak tanggal 2 sepetember 2021 hingga sekarang belum tuntas.

Sekaligus pertanyaan, Rekomendasi dan Kesimpulan penulis terkait dua point :

  1. Pertanyaan Pertama Penulis Apakah Bupati dan Wakil Bupati Maybrat sekang Karel Murafer, SH., MA – Ferdinando Solossa, SE (MUSA) bisa mengatasi Konflik Ibu Kota dengan menghadirkan solusi Pemekaran DOB Maybrat Sau..?
  2. Pertanyaan Kedua Penulis Apakah Bupati dan Wakil Bupati Maybrat sekang Karel Murafer, SH., MA – Ferdinando Solossa, SE (MUSA) bisa mengatasi Konflik Ideologi dengan membawa kelompok Kombatan Pimpinan Arnoldus Kocu, Manfred Fatem dkk mereka menyerah diri dan mencium Bendera Merah Putih…?

*** Penulis adalah Mantan Wartawan dan Ketua Alumni DPC Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) Kabupaten Maybrat, PBD.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *