Example floating
1-20251125-150740-0000
BeritaHomeLingkunganPendidikanSosial & Budaya

Xaveltince Oagay, Lilin Kecil di Paroki Bunda Maria Pikhe

147
×

Xaveltince Oagay, Lilin Kecil di Paroki Bunda Maria Pikhe

Sebarkan artikel ini

“Perempuan Katolik Huwula Bangun SDM Anak Papua di Tengah Keterbatasan”

WAMENA, Detikpapuanet— Di tengah hiruk pikuk pembangunan fisik Gereja, seorang perempuan muda Huwula Katolik asal Pikhe, Xaveltince Oagay, tampil menjadi sosok yang menyalakan harapan bagi anak-anak Papua di Paroki Bunda Maria Pikhe, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.

Merah-Emas-dan-Putih-Ilustrasi-Ucapan-Hari-Sumpah-Pemuda-Card-20251125-122100-0000
Xaveltince Oagay bersama anak-anak binaannya foto bersama di depan teras gedung Gereja Katolik Paroki Bunda Maria Pikhe. Sabtu (01/11/2025). Foto/Istimewah.

Xaveltince Oagay memprakarsai kegiatan belajar dan pembinaan iman anak-anak Katolik di Paroki Bunda Maria Pikhe. Kegiatan ini mencakup pelajaran membaca, menulis, berhitung, bahasa Inggris, dan pengenalan agama Katolik, yang diikuti oleh puluhan anak setiap minggu.

Program ini digagas dan dijalankan oleh Xaveltince Oagay bersama beberapa relawan muda Katolik seperti Pak Sepi, Anis, dan Miss Rita. Mereka mengajar secara sukarela tanpa gaji atau dukungan finansial dari Gereja Katolik setempat.
Anak-anak yang mengikuti berasal dari empat lingkungan sekitar Paroki, dengan Lingkungan Pikhe sebagai peserta paling aktif.

Kegiatan belajar dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu sore sejak tahun 2024 dan terus berlangsung hingga saat ini, November 2025, meskipun tanpa dukungan resmi dari pihak paroki.

Kegiatan belajar ini tidak memiliki ruang tetap. Bila cuaca cerah, anak-anak belajar di Gua Maria. Jika hujan, kegiatan berpindah ke SD bawah gereja, pastoran, atau panggung kecil di halaman sekolah. Semua lokasi masih berada di area Paroki Bunda Maria Pikhe, Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya.

Xaveltince tergerak oleh keprihatinan melihat anak-anak Katolik yang belum bisa membaca atau menulis, serta kurang mendapat perhatian dari lembaga Gereja.

“Kami hanya ingin anak-anak punya dasar iman dan bisa membaca serta menulis. Jadi kami jalan sendiri saja, tidak ada bantuan, tapi kami tetap lakukan dengan hati,” ujar Xaveltince.

Kegiatan ini juga menjadi bentuk kritik lembut terhadap Gereja Katolik, yang dinilai lebih fokus pada pembangunan gedung dan fasilitas fisik daripada membangun “Gereja manusia” melalui pendidikan iman dan pembinaan umat.

“Gereja sering bangga dengan menara tinggi dan bangunan baru, tapi lupa melihat bagaimana umat tumbuh dalam iman,” kata seorang umat yang enggan disebutkan namanya.

Kegiatan belajar dijalankan dengan sistem kelompok kecil berdasarkan usia dan kemampuan.

Anak-anak TK dan PAUD belajar calistung (membaca, menulis, menghitung).

Anak SD belajar agama Katolik dan bahasa Inggris.

Setiap sesi berlangsung sekitar satu jam, dimulai pukul 15.00 WIT hingga 16.00 WIT.

Walau tanpa fasilitas, kegiatan tetap berjalan berkat komitmen dan semangat pelayanan para relawan.

“Kami buat jadwal, susun rencana, dan evaluasi setiap bulan. Tidak digaji, tapi kami senang bisa bantu anak-anak,” tutur Xaveltince.

Pesan Paus Fransiskus mengingatkan:

Gereja tidak tumbuh dengan proselitisme, melainkan dengan kesaksian.”

Sementara Kitab Suci menegaskan,

Kamu adalah bait Allah dan Roh Allah diam di dalam kamu.” (1 Korintus 3:16)

Melalui pelayanan sederhana ini, Xaveltince menunjukkan kesaksian nyata bahwa Gereja sejati adalah manusia yang hidup dalam kasih dan iman, bukan sekadar bangunan megah.

Di tengah keterbatasan dan kurangnya dukungan, Xaveltince Oagay tetap menjadi lilin kecil yang menerangi Paroki Bunda Maria Pikhe.
Ia hadir sebagai simbol Gereja yang hidup, Gereja yang dibangun dari hati umat, bukan dari batu dan semen.

height="600"/>

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1-20251125-153219-0000