Masyarakat adat menilai rencana pembangunan kantor OPD Provinsi Papua Pegunungan mengabaikan keputusan forum adat Huwula Ninaiwerek serta melanggar hak ulayat yang dilindungi UU Agraria.
Wamena, Detikpapua.Net – Penolakan keras disuarakan masyarakat adat subsuku Alua-Marian dan Siep-Elosak terhadap wacana pembangunan 52 kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Papua Pegunungan di Kampung Wasalma, Distrik Pisugi, Kabupaten Jayawijaya, Sabtu (20/9/2025).

Mereka menilai rencana tersebut mengabaikan hak ulayat serta keputusan forum adat Huwula Ninaiwerek yang sudah secara tegas melarang transaksi tanah adat.
Mewakili kepala suku hak Ulayat setempat, Aolek Marian menegaskan bahwa tanah di Kampung Wasalma bukanlah tanah kosong yang bisa diperjualbelikan, melainkan bagian dari warisan leluhur yang dilindungi oleh keputusan adat.
“Karena tanah ini merupakan tanah adat yang sudah kami sepakati bersama dalam sebuah forum aliansi Huwula Ninaiwerek. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan itu, sebab tanah adat bukan untuk dijual, melainkan untuk diwariskan kepada generasi,” ujar Aolek.
Perwakilan pemuda, Melvin Marian, menambahkan bahwa isu pembangunan kantor OPD di Wasalma sudah berulang kali dibicarakan, bahkan hingga enam kali pertemuan adat. Hasilnya jelas: tidak ada ruang untuk transaksi jual beli tanah adat.
“Masalah ini sudah enam kali kami bahas dalam forum adat, hasilnya jelas: tanah tidak boleh diperjualbelikan. Namun ada oknum yang mengatasnamakan suku kami untuk menjual. Karena itu, hari ini kami menolak secara tegas wacana pembangunan 52 kantor OPD di Wasalma,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa pemaksaan pembangunan tanpa persetujuan masyarakat adat berpotensi menimbulkan konflik sosial yang lebih luas.
“Apabila ke depan terjadi konflik atau persoalan hukum, pemerintah harus bertanggung jawab. Kami tidak akan menerima bentuk transaksi apapun, dengan alasan apapun, karena tanah ini adalah identitas dan hidup kami,” lanjut Melvin.
Sementara itu, tokoh masyarakat, Minius Elosak menilai pemerintah provinsi mengabaikan aturan hukum yang jelas-jelas melindungi tanah ulayat. Menurutnya, UU Pokok Agraria dan regulasi turunannya menjamin hak masyarakat adat atas wilayahnya.
“Mereka yang mengklaim membeli tanah itu tidak pernah mengolah tanahnya. Saya keberatan, dan secara hukum pun Undang-Undang Agraria melindungi hak tanah adat. Dengan dasar itu, saya menolak rencana pemerintah provinsi ini,” tegasnya.
Bagi masyarakat adat subsuku Alua-Marian dan Siep-Elosak, penolakan ini tidak sekadar persoalan mempertahankan tanah, tetapi juga mempertahankan martabat dan kedaulatan mereka.

“Penolakan kami bukan semata urusan tanah, melainkan martabat. Pemerintah harus sadar bahwa pembangunan yang mengabaikan hak ulayat akan melahirkan konflik baru. Karena itu, hentikan rencana pembangunan 52 kantor OPD di atas tanah adat kami,” tegas pernyataan bersama masyarakat adat.
Dengan demikian, masyarakat adat menutup ruang kompromi dan mendesak pemerintah Provinsi Papua Pegunungan menghentikan rencana pembangunan di Wasalma. Mereka menegaskan komitmen untuk mempertahankan hak ulayat demi generasi mendatang, sekaligus mengingatkan pemerintah agar tidak melanggar hukum adat maupun undang-undang yang berlaku.