Papua Tengah, DetikPapuanet—Koordinator Klasis Paniai Barat yang juga Penasehat Jemaat Maranata, Elisa Pigome, menyampaikan sejumlah masukan kritis terhadap rencana pemekaran sinode di Tanah Papua serta kondisi pelayanan gereja yang dinilainya kurang mendapat perhatian, khususnya dari pemerintah daerah maupun para pejabat yang berasal dari lingkungan jemaat sendiri.
Pernyataan tersebut disampaikan pada Jumat, 25 April 2025, sebagai bentuk keprihatinan atas wacana pemekaran sinode yang menurutnya tidak bisa disamakan dengan pemekaran wilayah pemerintahan seperti provinsi atau kabupaten.
“Gereja tidak memiliki sistem dan anggaran seperti pemerintah. Pemekaran gereja tidak bisa meniru pola pemerintah yang ditopang oleh APBN dan APBD,” ujar Elisa Pigome, dalam siaran pers yang diterima detikpapua.net.
Ia menegaskan, selama ini pelayanan di gereja—terutama di lingkungan Gereja KINGMI—banyak ditopang oleh jemaat kecil tanpa dukungan signifikan dari pihak luar, termasuk pemerintah. Berbeda dengan institusi negara yang memiliki dana besar untuk membangun infrastruktur dan menggaji ASN, gereja hanya mengandalkan persembahan dan janji iman jemaat.
Elisa juga menyayangkan sikap para pejabat dari kalangan jemaat sendiri yang dinilainya tidak memberi perhatian cukup terhadap gereja. “Meskipun ada banyak pejabat di satu kampung, namun gereja sering kali diabaikan. Bahkan untuk hal sederhana seperti perpuluhan pun tidak diberikan,” tambahnya.
Menurutnya, denominasi lain mungkin masih memiliki akses ke donatur dari dalam dan luar negeri. Namun gereja KINGMI, katanya, tidak memiliki sumber pendanaan serupa. Akibatnya, seluruh kebutuhan pelayanan mulai dari honor pendeta, kegiatan sinode, pengobatan hamba Tuhan, hingga acara rohani ditanggung oleh jemaat-jemaat kecil.
Dalam penyampaiannya, Elisa juga menyoroti bagaimana berbagai kegiatan gereja seperti Rapat Kerja Sinode, konferensi, hingga kegiatan bulanan dan penginjilan, semuanya bergantung pada kontribusi jemaat setempat. Ia mengingatkan bahwa jika rencana pemekaran sinode tetap dilakukan tanpa kesiapan yang matang, maka hal itu justru akan menambah beban bagi umat dan pelayan gereja di lapangan.
“Jangan samakan gereja dengan pemerintah. Pemerintah punya dana, gereja hidup dari iman,” tegasnya.
Pernyataan ini menjadi suara hati dari sebagian jemaat dan pelayan Tuhan di Tanah Papua yang berharap adanya perhatian lebih besar terhadap keberlangsungan pelayanan gereja, baik dari struktur internal sinode maupun para pemangku kepentingan di pemerintahan.