Example floating
IMG-20250630-210221
CerpenHome

Cinta yang Mengalir di Sembra

122
×

Cinta yang Mengalir di Sembra

Sebarkan artikel ini

Oleh: Petrus Rabu*

“Beberapa cinta tidak perlu diucapkan keras-keras. Ia cukup mengalir… seperti sungai yang sabar mencari muaranya.”

IMG-20250630-140531

Kabut tipis menggantung rendah di atas permukaan Kali Sembra. Airnya mengalir tenang, memantulkan warna langit yang baru saja berganti dari kelabu ke jingga muda. Di kejauhan, suara burung-burung endemik bersahutan, sementara daun-daun sagu bergoyang pelan diterpa angin pagi. Kali Sembra, sungai yang membelah jantung Sorong Selatan, tetap seindah yang Tikka ingat.

Tikka berdiri diam di tepi sungai itu, menatap air yang jernih mengalir tanpa lelah. Sudah sepuluh tahun sejak ia terakhir kali menjejakkan kaki di sini—di kampung kecil tempat ia dilahirkan dan dibesarkan sebelum berpindah ke kota lain bersama orang tuanya. Ia bukan lagi gadis kecil yang bermain di tepi sungai. Kini, Tikka dikenal sebagai jurnalis dan dokumenteris muda yang sedang naik daun. Wajahnya kadang muncul di kanal berita nasional, membawakan liputan-liputan tentang lingkungan, budaya lokal, dan potensi wisata di tanah Papua. Di balik kecantikannya yang khas dan sikapnya yang tenang, Tikka menyimpan kerinduan panjang terhadap akar yang pernah ia tinggalkan—tanah Sorong Selatan, dan seseorang yang dulu sangat berarti.

Kini, ia kembali bukan hanya untuk membuat dokumenter tentang potensi wisata tersembunyi di Papua Barat Daya. Lebih dari itu, ia kembali untuk menjawab satu pertanyaan yang selama ini ia simpan: apakah cinta bisa mengalir seperti Sembra—diam, dalam, dan setia?

Dulu, sungai ini adalah saksi dari segala hal. Di sinilah ia dan Dikman—teman masa kecilnya yang sering datang berlibur dari Kota Sorong—menghabiskan hari-hari di bawah terik matahari, membuat perahu dari pelepah pisang, tertawa sambil berlomba menangkap ikan kecil, atau hanya duduk berdua di atas batu besar, diam tanpa kata, menikmati dunia mereka yang sederhana.

KET: Seorang anak menikmati pesona Kali Sembra di Sorong Selatan-Papua Barat Daya/sumber foto: Yohanes Sole/Jurnalis detikpapua.net

Dikman, yang kini telah menjadi jurnalis muda di sebuah media daring ternama di Kota Sorong, adalah sosok yang dulu selalu ingin tahu segalanya. Bahkan sejak kecil, ia sudah rajin membawa buku catatan kecil dan menulis hal-hal kecil yang ia lihat—tentang burung yang hinggap di dahan, tentang warna air sungai yang berubah menjelang senja. Ia punya jiwa penjelajah dan kemampuan merangkai kata yang membuat siapa pun nyaman bercerita. Kini, tulisannya banyak dibaca, suaranya sering terdengar lewat podcast lingkungan, tapi tetap… ada bagian dari dirinya yang tertinggal di tikungan sunyi Sembra.

Ketika Tikka harus pindah, tak ada satu pun janji yang terucap. Hanya pelukan cepat dan kalimat lirih yang tak pernah ia lupakan: “Hati-hati di tempat baru ya.”

Perahu kecil yang disewa dari warga berderak pelan menyusuri Sembra. Di sisi kiri dan kanan, pepohonan rimbun menjulang seperti tembok hijau raksasa. Udara terasa bersih, sejuk, dan penuh aroma tanah basah. Pace Tipa, pemandu lokal yang duduk di ujung perahu, menoleh sambil tersenyum.

“Kali Sembra ini dulu banyak jadi tempat mandi anak-anak. Sekarang banyak yang datang cari tenang. Belum terlalu dikenal orang luar, tapi indahnya… Tuhan kasih lebih dari cukup.”

Tikka mengangguk. Kamera di lehernya tergantung diam. Tak satu pun ia abadikan—belum. Ia ingin menikmati dulu, membiarkan hatinya kembali menyatu dengan tempat ini, membiarkan kenangan perlahan naik ke permukaan seperti buih-buih kecil yang dibawa arus.

Perahu berhenti di satu tikungan sunyi. Tikka turun perlahan. Di sinilah dulu ia dan Dikman sering duduk, berbagi cerita, atau sekadar diam berdua. Batu besar itu masih ada. Sedikit ditumbuhi lumut, tapi tetap kokoh seperti dulu.

Langkah pelan dari balik semak membuatnya menoleh. Sosok itu muncul seperti bayangan dari masa lalu—Dikman, berdiri dengan rambut ikalnya yang kini sedikit lebih panjang, tubuh yang lebih tegap, dan senyum yang tak pernah berubah.

“Kamu masih suka datang ke sini?” suara Tikka nyaris berbisik.

“Sering,” jawab Dikman. “Mungkin karena di sini aku merasa kamu masih dekat.”

Mereka duduk berdua, kaki menjuntai ke air. Suasana diam. Tapi tak seperti diam yang canggung, ini adalah diam yang penuh pengertian, seperti percakapan tanpa suara yang hanya bisa dilakukan oleh dua orang yang saling memahami.

“Selama ini aku belum pernah pacaran,” kata Tikka akhirnya. Suaranya pelan, nyaris larut dalam gemericik air. “Entah kenapa… tak pernah ada yang terasa cukup tepat.”

Dikman menoleh, matanya hangat. “Aku juga. Pernah coba dekat, tapi ya… tidak ada yang bisa mengisi ruang yang kamu tinggalkan.”

Kata-kata itu meluncur tanpa ragu. Seolah tak butuh lagi waktu atau alasan. Seperti sungai ini yang mengalir apa adanya, cinta mereka ternyata tak pernah berhenti bergerak, meski tersembunyi di bawah permukaan.

Tikka tersenyum. Kali ini ia tahu kenapa ia benar-benar kembali. Bukan hanya karena pekerjaan, bukan hanya karena kampung halaman—tetapi karena di sinilah hatinya tinggal. Bersama seseorang yang sejak dulu diam-diam mencintainya, sama dalamnya dengan aliran Sembra.

Di negeri 1001 sungai ini, cinta akhirnya menemukan jalan pulang.

Potensi Pariwisata Sungai di Sorong Selatan

Kali Sembra di Sorong Selatan Papua Barat Daya (sumber foto: Tribunews Papua Barat)

Namun, lebih dari sekadar kisah cinta yang mengalir seperti sungai, Sorong Selatan menyimpan potensi wisata alam yang sangat menjanjikan. Kali Sembra adalah salah satu contoh kekayaan alam yang masih terjaga, dan semakin banyak orang mulai menyadari keindahannya. Tidak hanya menawarkan pemandangan alam yang memesona, tetapi juga pengalaman yang mendalam bagi wisatawan yang ingin menikmati ketenangan dan kedamaian di tengah alam yang belum terjamah.

Sungai-sungai di Sorong Selatan, seperti Sembra, dengan air yang jernih dan aliran yang tenang, merupakan surga bagi para penggemar ekowisata. Kegiatan seperti berperahu, menyusuri hutan mangrove, atau sekadar duduk menikmati pemandangan yang asri dapat menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang mencari kedamaian dari hiruk pikuk kota. Selain itu, keberadaan berbagai spesies endemik, burung, serta flora dan fauna khas Papua membuat tempat ini semakin menarik bagi para peneliti alam dan pencinta fotografi.

Tikka percaya, dengan pengelolaan yang tepat, Sorong Selatan berpotensi menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Papua Barat Daya. Di balik keindahan alamnya yang tersembunyi, ada potensi besar untuk mengembangkan pariwisata berbasis keberlanjutan yang memberikan manfaat ekonomi tanpa merusak keseimbangan ekosistem yang sudah ada. Sembra dan sungai-sungai lainnya adalah kunci untuk membuka potensi itu—seperti aliran air yang sabar mencari muaranya, wisata di sini pun akan menemukan jalannya, membawa berkah bagi masyarakat setempat dan menjaga kelestarian alam.

[Tamat]

Catatan Redaksi:

Cerita dalam “Cinta yang Mengalir di Sembra” menggunakan nama-nama yang bersifat fiktif, yang bukan merupakan nama asli dari karakter-karakter yang digambarkan. Nama Tikka dan Dikman dalam cerita ini adalah singkatan dari detikpapuanet, yang mencerminkan asal-usul dan latar belakang karakter-karakter utama yang terinspirasi dari dunia jurnalisme digital di Papua Barat Daya. Singkatan ini merupakan simbol dari peran penting media dan jurnalis dalam menggali dan menyampaikan cerita serta potensi alam dan budaya yang ada di wilayah tersebut.

*Penulis adalah ASN dan tinggal di Kota Waisai-Raja Ampat, Papua Barat Daya

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IMG-20250620-151809