“Kursi DPR itu bukan untuk orang datang belajar tetapi orang bekerja, bila perlu bertengkar disana untuk kebaikan orang banyak. Jadi kami mengutus orang tidak sembarang, mereka sudah terbukti banyak menyuarakan kepentingan perempuan Papua” Adolina Kondologit
Sorong, Detikpapua.Net – Lembaga Adat Perempuan Papua (Lapepa) Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya menggelar kegiatan musyawarah dalam rangka menyambut rekrutmen anggota DRPP jalur pengangkatan di Provinsi Papua Barat Daya periode 2024-2029.
Musyawarah yang dipimpin langsung oleh Ketua Lapepa Adolina Kondologit dan dihadiri puluhan Mama-mama Papua itu berlangsung di Meeting Room, Said Mariat Hotel, Kota Sorong Provinsi Papua Barat Daya, Senin (09/12/2024).
Dalam musyawarah tersebut, Lapepa menyepakati sejumlah hal penting, khususnya terkait partisipasi Lapepa menyongsong penetapan anggota DPRP jalur pengangkatan di Provinsi PBD. Lapepa bersepakat mengutus 4 nama sekaligus untuk ikut bertarung dalam proses seleksi guna merengkuh jatah 30 persen kursi jalur pengangkatan untuk perempuan Papua di DPRP PBD.
Ketua Lapepa Papua Barat dan Papua Barat Daya Adolina Kondologit mengatakan, musyawarah tersebut dilakukan guna menyatukan persepsi seluruh perempuan Papua dalam organiasai Lapepa, dalam rangka merespon amanat UUD NKRI Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 49 ayat (1) dan (2) dan amanat UU Otsus Papua, serta Peraturan Pansel Provinsi PBD nomor 2 tahun 2024 tentang tata cara seleksi dan indikator penilaian calon anggota DPRP PBD Pasal 3 poin b.
Melalui musyawarah tersebut disepakati bahwa Lapepa akan mengusung 4 nama untuk mengikuti seleksi. Keempat nama tersebut yakni Maria Jitmau, S.Kom, Maritje Numberi, Merlin Kondologit dan Ance Awom. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah berita acara yang ditandatangani bersama, untuk selanjutnya dijadikan landasan bagi keempat utusan mengikuti seleksi di tingkat Pansel.
“Jadi dalam seleksi anggota DPRP jalur pengangkatan, ada jatah 30 persen kursi untuk perempuan Papua, itulah kenapa kami duduk dan menggelar musyawarah disini, kami ingin merebut hak kami itu. Kami sudah putuskan untuk mengutus 4 orang mewakili Lapepa guna mengikuti tahapan seleksi selanjutnya,” ujar Adolina kepada wartawan usai kegiatan.
Adolina menyebut, 4 nama yang diusung itu sudah melewati penilaian dan pertimbangan yang matang. Mereka dipilih karena rekam jejak serta kapabilitas dan kemampuan untuk bersuara demi kepentingan perempuan Papua atau seluruh masyarakat Papua pada umumnya. Lapepa menyadari kursi DPR Otsus merupakan sebuah ruang yang sangat representatif untuk bagaimana perempuan-perempuan hebat tersebut, bisa bersuara dan berkarya demi kebaikan semua perempun dan masyarakat di atas tanah Papua Barat Daya.
“Kursi DPR itu bukan untuk orang datang belajar tetapi orang bekerja, bila perlu bertengkar disana untuk kebaikan orang banyak. Jadi kami mengutus orang tidak sembarang, mereka sudah terbukti banyak menyuarakan kepentingan perempuan Papua, sehingg saat mereka duduk tentu akan menjadi jembatan bagaimana kepentingan semua perempuan bisa diakomodir dan diperhatikan dengan baik oleh pemerintah,” sebut Adolina.
Diakhir penyampaiannya, Adolina berharap agar Panitia Seleksi di tingkat provinsi harus bekerja secara transparan dan profesional. Calon yang dipilih harus benar-benar menjadi representasi semua perempuan Papua baik dari sisi keragaman maupun kualitas dan kapabilitas. Jatah 30 persen kursi Ostus utuk perempuan harus diduduki oleh mereka yang benar-benar punya kemampuan dan kemauan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat, khususnya hak-hak dasar perempuan Papua.
Sementara salah seorang bakal calon yang diusung Lapepa, Maria Jitmau mengatakan, hari ini, potret buram kehidupan perempuan Papua masih terpampang nyata di depan mata. Masih banyak ibu-ibu yang belum mendapatkan akses layanan kesehatan yang baik, banyak anak-anak yang harus putus sekolah karena kekurangan biaya. Belum lagi kasus-kasus KDRT, masalah ekonomi dan persoalan lainnya.
Baginya, maju sebagai calon anggota DPRP bukan untuk berleha-leha, apalagi bersantai sembari menikmati duit dibalik kursi empuk, melainkan untuk terus bersuara, terus bergelut dalam perjuangan mulia untuk bagaimana menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan Papua, yang secara nyata hari ini hak-hak dasarnya masih banyak yang belum terpenuhi.
“Bicara perempuan Papua tidak bisa kita bicara dari luar rumah, atau tidak bisa kita lompat pagar. Urusan makan minum, anak-anak dan keluarga, perempuan harus bicara didalam rumah. Hari ini perempuan Papua harus ada di dalam sistem itu, menjadi anggota DPR sehingga dia bisa berbicara dalam ruang dan kapasitas yang jelas. Jadi peluang ini harus kita tangkap, agar kedepan perempuan-perempuan Papua tidak lagi menangis karena hak-hak dasar mereka tidak terpenuhi,” tutup Maria.