Example floating
BeritaDaerahHomeKabar PapuaPapuaPapua Barat DayaPemerintahanPeristiwa

Dr. Sellvyana Sangkek Paparkan Kondisi Demokrasi di PBD Dalam Rapat Koordinasi Evaluasi IDI di Jayapura

104
×

Dr. Sellvyana Sangkek Paparkan Kondisi Demokrasi di PBD Dalam Rapat Koordinasi Evaluasi IDI di Jayapura

Sebarkan artikel ini

“Demokrasi sejati tidak lahir dari statistik, tetapi dari rasa memiliki terhadap masa depan bersama. Kami di Papua Barat Daya berkeyakinan, bahwa demokrasi yang membumi harus tumbuh dari nilai-nilai adat, solidaritas kampung, dan semangat gotong-royong” Dr. Sellvyana Sangkek, SE.,M.Si (Kepala Badan Kesbangpol Papua Barat Daya)

Jayapura, Detikpapua.Net – Gubernur Papua Barat Daya melalui Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Dr. Sellvyana Sangkek, SE.,M.Si menghadiri sekaligus menyampaikan pemaparan terkait kondisi demokrasi di Provinsi Papua Barat Daya, dalam kegiatan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Implementasi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dan Penguatan Demokrasi Melalui Pengukuran IDI di Daerah Otonom Baru (DOB) Papua tahun 2025, yang digelar di Jayapura, Papua, Kamis (13/11/2025).

Rapat Koordinasi dan Evaluasi Implementasi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dan Penguatan Demokrasi Melalui Pengukuran IDI di Daerah Otonom Baru (DOB) Papua tahun 2025, yang digelar di Jayapura, Papua, Kamis (13/11/2025). Foto/Yohanes Sole

Kegiatan yang dibuka oleh Wakil Gubernur Papua Aryoko Rumaropen ini menghadirkan sejumlah pemateri yakni Asisten Deputi Koordinasi Demokrasi dan Kepemiluan, Direktur IKPD Bappenas, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Papua, dan ⁠Analis Kebijakan Ahli Madya Kemendagri. Turut hadir sebagai peserta perwakilan OPD Teknis dalam hal ini Badan Kesbangpol dari provinsi Papua dan 4 provinsi baru di tanah Papua, perwakilan legislatif, eksekutif, TNI Polri, BPS dan perwakilan mitra strategis lainnya di tanah Papua.

Membacakan sambutan tertulis Gubernur Papua Mathius Fakiri, Wagub Aryoko menegaskan, kegiatan tersebut sangat strategis dalam memperbaiki sistem, meningkatkan partisipasi publik, serta memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga demokrasi di Papua.

Sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Papua, yaitu transformasi menuju Papua yang maju dan harmonis, Aryoko menekankan, pelaksanaan demokrasi harus menjadi sarana untuk memperkuat harmoni sosial, mempercepat kemajuan pembangunan, serta memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam menentukan masa depan daerahnya.

“Demokrasi yang sejati adalah demokrasi yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat serta menghadirkan keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian bagi seluruh anak negeri di Tanah Papua,” ujar Aryoko.

Kepala Badan Kesbangpol Papua Barat Daya Dr. Sellvyana Sangkek, SE.,M.Si saat menyampaikan pemaparan terkait kondisi demokrasi di Provinsi Papua Barat Daya, dalam kegiatan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Implementasi Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dan Penguatan Demokrasi Melalui Pengukuran IDI di Daerah Otonom Baru (DOB) Papua tahun 2025, yang digelar di Jayapura, Papua, Kamis (13/11/2025). Foto/Yohanes

Sementara, Asisten Deputi Demokrasi dan Kepemiluan Kemenko Polhukam RI Haryadi dalam sambutan pembukanya mengatakan, IDI merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai pembangunan politik nasional. Indikator ini tercantum dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang dan menengah, baik di tingkat nasional maupun daerah, yaitu RPJPN, RPJMN, dan diturunkan ke dalam RPJPD.

Selain itu, IDI juga menjadi salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU) bagi para gubernur. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian nilai IDI bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mewujudkan kualitas demokrasi yang lebih baik.

“Untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang partisipatif dan responsif terhadap aspirasi rakyat di wilayah pemekaran baru Papua, pengawalan IDI dilakukan di empat provinsi DOB, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Upaya ini bertujuan memastikan praktik demokrasi di daerah berjalan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Tim Pokja IDI Pusat menilai bahwa capaian IDI di keempat DOB tersebut tidak kalah baik dari provinsi lain. Keberhasilan pengawalan ini sangat bergantung pada koordinasi dan kerja sama antarinstansi, baik di tingkat pusat maupun daerah,” sebut Haryadi.

Analis Ahli Madya Kemendagri, Kartika Mulia dalam pemaparannya menyebut Kementerian Dalam Negeri menyampaikan apresiasi atas kinerja pemerintah provinsi yang telah berupaya memenuhi ketentuan penyusunan IDI, meskipun masih ada beberapa daerah yang prosesnya belum selesai.

Ia menyebutkan, secara regulasi, penguatan telah dilakukan, namun diperlukan pemaknaan mendalam terhadap setiap indikator agar pemerintah daerah memahami makna, tujuan, serta eviden yang harus dicapai. Dari 22 indikator IDI, terdapat 6 indikator yang membutuhkan dukungan data langsung dari pemerintah daerah, sehingga koordinasi lintas-OPD menjadi penting.

Ia berharap agar setiap daerah memastikan tersedianya program dan anggaran untuk pengukuran IDI, percepatan pembentukan Pokja Demokrasi, serta penyusunan rencana aksi dan laporan berkala kepada gubernur dan Kemendagri. Pelaporan ini diharapkan terintegrasi melalui sistem daring (Sipoldagri) untuk memudahkan monitoring dan evaluasi. Ia pun menegaskan pentingnya kolaborasi antara Bappeda, Kesbangpol, dan OPD terkait dalam memastikan indikator demokrasi dapat diukur, diperkuat, dan menjadi bagian dari perencanaan pembangunan daerah.

Ditambahkan Direktur IKPD Bappenas, Nuzula Anggraini mengatakan, Penyusunan RPJMD dan Renstra Perangkat Daerah Tahun 2025–2029 mengacu pada Inmendagri No. 2 Tahun 2025, yang menekankan pentingnya sinkronisasi antara RPJMN, RPJPD 2025–2045, dan RPJMD di setiap provinsi. RPJMD disusun sejalan dengan arah pembangunan nasional, mencakup 8 Asta Cita, 17 program prioritas, serta 8 proyek hasil terbaik cepat.

Diharapkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah tetap terjaga di semua tingkatan untuk memastikan kualitas demokrasi dan efektivitas pelaksanaan pembangunan daerah. Selain itu, penyelarasan juga dilakukan terhadap indikator, baseline, dan target 2029 terhadap 45 indikator utama pembangunan (IUP) agar selaras dengan arah kebijakan nasional dan hasil konfirmasi sektor terkait.

Ia menambahkan IDI merupakan salah satu indikator pembangunan politik yang digunakan dalam RPJPN 2025–2045, RPJMN 2025–2029, serta RPJMD 2025–2029, dan sejalan dengan tujuan SDGs (Goals 10 & 16). Pada tahun 2026 akan dilakukan penghitungan IDI 2025 di 38 provinsi, termasuk empat provinsi DOB di Papua. Langkah ini penting untuk memastikan kesiapan dan pengetahuan daerah dalam mendukung indikator demokrasi.

“Penguatan demokrasi ke depan diarahkan pada terwujudnya demokrasi substantif melalui keselarasan perencanaan antara pusat dan daerah, serta kolaborasi lintas sektor untuk mengoptimalkan intervensi dan capaian IDI secara nasional,” ucap dia.

Sementara Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Papua Barat Daya, Dr. Sellvyana Sangkek, SE.,M.Si dalam pemaparannya menyampaikan rasa hormat dan apresiasi yang tinggi kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia, khususnya Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri, atas penyelenggaraan rapat koordinasi yang strategis terset.

Ia mengatakan, kegiatan tersebut bukan sekadar agenda rutin, tetapi merupakan momentum reflektif untuk menakar sejauh mana demokrasi telah berakar dan berfungsi di tanah Papua, khususnya di wilayah Daerah Otonomi Baru (DOB) yang masih dalam proses penataan kelembagaan dan tata kelola pemerintahan.

“Kami dari Papua Barat Daya merasa terhormat dapat hadir di forum yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan demokrasi, mulai dari pemerintah, lembaga statistik, akademisi, hingga mitra strategis pembangunan, dalam satu semangat bersama: meneguhkan demokrasi yang substansial, inklusif, dan berkeadilan sosial,” ujar Dr. Sellvyana mengawali pemaparannya.

Dr. Sellvyana menjelaskan, sebagai salah satu dari enam DOB di Tanah Papua, Provinsi Papua Barat Daya masih berada pada fase pembangunan kelembagaan dan konsolidasi identitas daerah. Tantangan di daerah ini bersifat multidimensi:

Pertama, infrastruktur pemerintahan yang belum sepenuhnya terbentuk secara permanen.
Kedua, kapasitas sumber daya manusia lokal, khususnya dalam bidang politik dan kebangsaan, masih dalam tahap penguatan.
Ketiga, dinamika sosial-budaya masyarakat yang beragam memerlukan pendekatan demokrasi yang kontekstual, yang tidak hanya meniru prosedur, tetapi juga menghormati kearifan lokal dan nilai-nilai adat.

“Dalam konteks ini, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) menjadi alat ukur yang sangat relevan untuk menilai bukan hanya performa administratif, tetapi juga kualitas partisipasi, akuntabilitas, dan kebebasan sipil di tingkat daerah,” ungkapnya.

Walau tergolong provinsi baru, lanjut Dr. Sellvyana, Papua Barat Daya menunjukkan beberapa kemajuan positif yakni partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan publik meningkat, terutama melalui forum-forum musyawarah kampung dan partisipasi perempuan serta pemuda dalam konsultasi publik. Kemudian, tingkat kerukunan dan toleransi antarumat beragama relatif tinggi; ini terbukti dari harmonisasi antarumat di wilayah Kota Sorong dan Kabupaten Sorong yang menjadi contoh bagi daerah lain. Selain itu, peran tokoh adat dan agama dalam menjaga stabilitas politik sangat signifikan menjadi “pagar sosial” yang efektif dalam mencegah konflik horizontal.

“Namun kami juga menyadari masih ada tantangan besar: rendahnya literasi politik masyarakat, keterbatasan data sosial-politik, dan kebutuhan sinergi antara pemerintah daerah, BPS, akademisi, dan civil society untuk memastikan pengukuran IDI benar-benar mencerminkan kondisi di lapangan,” ucap Dr. Sellvyana.

Ia mengatakan, kedepan, Kesbangpol Papua Barat Daya menyiapkan beberapa langkah strategis untuk memperkuat nilai-nilai demokrasi berbasis lokal:

  • Membangun Pusat Data Demokrasi Daerah (PDDD) bekerja sama dengan BPS dan perguruan tinggi lokal untuk mengintegrasikan data sosial-politik, partisipasi warga, dan indeks toleransi.
  • Program Sekolah Demokrasi Papua Barat Daya, melibatkan mahasiswa, tokoh adat, dan pemuda sebagai agen sosialisasi nilai-nilai kebangsaan dan antiradikalisme.
  • Revitalisasi Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) agar tidak hanya berfungsi preventif terhadap konflik, tetapi juga proaktif dalam membangun etika publik dan empati sosial.
  • Pelatihan kader politik lokal lintas partai dan komunitas untuk mendorong kompetisi politik yang sehat dan inklusif dan
  • Peningkatan sinergi DOB melalui kerja sama lintas-provinsi di Tanah Papua, agar capaian IDI tidak berjalan parsial tetapi membentuk ekosistem demokrasi Papua yang utuh.

“Demokrasi sejati tidak lahir dari statistik, tetapi dari rasa memiliki terhadap masa depan bersama.
Kami di Papua Barat Daya berkeyakinan, bahwa demokrasi yang membumi harus tumbuh dari nilai-nilai adat, solidaritas kampung, dan semangat gotong royong. Melalui forum ini, kami berharap ada transfer pengetahuan dan praktik terbaik antar-DOB, integrasi kebijakan pusat-daerah dalam penguatan demokrasi lokal dan perhatian berkelanjutan terhadap pembangunan politik yang inklusif di Tanah Papua,” pungkasnya.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *