Example floating
1-20251125-150740-0000
Berita

Oknum Kepala Sekolah dan Guru SD Diduga Aniaya Siswa di Kofiau Raja Ampat

432
×

Oknum Kepala Sekolah dan Guru SD Diduga Aniaya Siswa di Kofiau Raja Ampat

Sebarkan artikel ini

Keluarga Korban Desak Penegakan Hukum dan Teguran dari Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat

Sorong, Detikpapua.Net – Kasus dugaan kekerasan oleh tenaga pendidik kembali mencoreng dunia pendidikan di Papua Barat Daya. Seorang oknum Kepala Sekolah dan guru SD di Distrik Kofiau, Kabupaten Raja Ampat, diduga melakukan pemukulan secara bersama-sama terhadap dua siswa SMA Negeri 3 Kofiau, yakni Yohanis Rumbewas dan seorang temannya, pada Rabu (1/10/2025) pagi.

Merah-Emas-dan-Putih-Ilustrasi-Ucapan-Hari-Sumpah-Pemuda-Card-20251125-122100-0000
Alan Ambrauw

Peristiwa ini memicu kemarahan keluarga korban dan masyarakat Kofiau. Alan Ambrauw, kakak korban Yohanis Rumbewas, menegaskan bahwa keluarga akan menempuh jalur hukum dan mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat agar menegur dan memberikan sanksi tegas terhadap oknum Kepala Sekolah dan guru SD yang terlibat dalam dugaan penganiayaan tersebut.

“Kami tidak menolak kalau guru menegur atau mendidik anak-anak dengan tegas. Saya sangat menghargai itu, karena anak-anak Papua memang harus dididik dengan keras dan disiplin. Tetapi cara mendidik yang dilakukan ini sangat tidak terpuji dan sudah melewati batas. Mereka bukan lagi mendidik, tetapi menganiaya,” ujar Alan Ambrauw, Sabtu (5/10/2025).

Menurut keterangan korban, peristiwa terjadi ketika kedua siswa dituduh menyambungkan ponsel ke jaringan Starlink yang digunakan oleh peserta didik SD untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

Dari penuturan korban, teman korban memang memiliki HP, sedangkan Yohanis sendiri tidak memiliki ponsel. Namun tanpa klarifikasi, keduanya langsung dipukul oleh oknum Kepala Sekolah dan guru SD tersebut secara bersama-sama.

“Saya tidak punya HP, tapi mereka tuduh saya ikut sambung ke jaringan Starlink. Saya langsung dipukul bersama teman saya,” ujar Yohanis dengan nada sedih.

Akibat peristiwa itu, kedua korban mengalami luka fisik dan trauma psikologis. Keluarga korban menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan mencederai nilai-nilai pendidikan.

Keluarga korban menegaskan bahwa tindakan kekerasan tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76C dan Pasal 80, yang secara tegas melarang setiap bentuk kekerasan fisik atau psikis terhadap anak.

Selain itu, perbuatan tersebut juga melanggar Kode Etik Guru Indonesia sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010, yang mewajibkan guru menghormati martabat peserta didik serta menghindari tindakan kekerasan dalam proses pendidikan.

Apabila pelaku merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), tindakan ini juga termasuk pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang menegaskan agar setiap ASN menjaga kehormatan profesi dan tidak melakukan perbuatan tercela.

“Kami meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memproses hukum terhadap pelaku kekerasan ini. Kami juga mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat untuk menindak tegas, menegur, dan memeriksa oknum Kepala Sekolah serta guru yang terlibat,” tegas Alan Ambrauw.

Keluarga korban menilai bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik berpotensi menimbulkan trauma mendalam bagi siswa dan menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan.
Kekerasan terhadap siswa dianggap mencederai nilai-nilai moral, sosial, dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik.

“Kami ingin pendidikan di Raja Ampat menjadi tempat yang aman bagi anak-anak. Guru seharusnya menjadi pelindung, bukan sumber ketakutan. Kami akan memperjuangkan keadilan bagi adik kami dan seluruh siswa di Kofiau,” tambah Alan Ambrauw.

Kami meminta agar Dinas Pendidikan Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah Daerah, serta Aparat Penegak Hukum turun tangan dan memberikan perhatian serius terhadap kasus ini.
Mereka berharap agar tidak ada lagi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik di wilayah Raja Ampat.

“Kami tidak mencari permusuhan, tapi keadilan. Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dan Dinas Pendidikan harus tegas, karena ini menyangkut masa depan generasi muda di Raja Ampat,” tutup Alan Ambrauw.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1-20251125-153219-0000