Example floating
BeritaDaerahHomeHukum & KriminalPapua Barat DayaPemerintahanPeristiwaSosial & Budaya

Dibalik Layar Perusakan Kantor Gubernur: Aktivis Jadi Kambing Hitam?

282
×

Dibalik Layar Perusakan Kantor Gubernur: Aktivis Jadi Kambing Hitam?

Sebarkan artikel ini

“Perjuangan kami hanya fokus pada pembatalan pemindahan empat tapol dan mendesak pembebasan mereka yang dijerat pasal makar. Tidak ada instruksi maupun rencana untuk melakukan perusakan atau tindak kekerasan,”

Sorong, Detikpapua.Net– Aksi perusakan Kantor Gubernur Papua Barat Daya dan kerusakan pada kediaman gubernur pada Rabu, 27 Agustus 2025, diduga kuat bukan berasal dari aksi demo damai yang dilakukan Solidaritas Pro Demokrasi, melainkan skenario kriminalisasi aktivis dan upaya pembungkaman gerakan sipil di Sorong.

Sebelumnya, Solidaritas Pro Demokrasi menggelar aksi demo damai di depan Polres Kota Sorong sejak pagi hari dengan satu tuntutan utama, yaitu membatalkan rencana pemindahan empat tahanan politik (tapol) Papua ke Makassar. Namun, sekitar pukul 06.00 WIT, aksi tersebut dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian tanpa dialog persuasif.

“Perjuangan kami hanya fokus pada pembatalan pemindahan empat tapol dan mendesak pembebasan mereka yang dijerat pasal makar. Tidak ada instruksi maupun rencana untuk melakukan perusakan atau tindak kekerasan,” tegas Solidaritas Pro Demokrasi dalam keterangan tertulis.

Setelah pembubaran paksa, empat tapol langsung dibawa ke Bandara Domine Eduard Osok untuk diterbangkan ke Makassar. Seiring dengan itu, muncul laporan mengenai kerusakan dan pembakaran di area kantor gubernur serta kediaman gubernur.

Solidaritas Pro Demokrasi menilai peristiwa tersebut berada di luar kendali aksi damai dan justru bisa menjadi indikasi skenario kriminalisasi terhadap aktivis pro-demokrasi, atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang pernah kalah dalam pemilihan gubernur lalu untuk kepentingan politik praktis.

“Kerusakan itu bukan bagian dari aksi kami. Bisa saja spontanitas masyarakat yang kecewa, atau skenario pihak ketiga untuk membentuk stigma buruk terhadap gerakan sipil di Sorong,” lanjut pernyataan tersebut.

Hingga saat ini, kepolisian telah menahan 18 orang aktivis dan warga sipil. Solidaritas Pro Demokrasi menuntut agar seluruhnya segera dibebaskan tanpa syarat dan meminta aparat menghentikan praktik kriminalisasi terhadap aktivis pro-demokrasi.

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *