Example floating
BeritaOpini

PENDIDIKAN ADAT “WUN”

58
×

PENDIDIKAN ADAT “WUN”

Sebarkan artikel ini


SARANA SOSIALISASI, REVITALISASI STRUKTUR, NILAI BUDAYA DAN NORMA ADAT MOI DI KABUPATEN SORONG

Oleh: SILAS O. KALAMI, S.Sos.,MA

Modernisasi yang menawarkan pendidikan formal telah membawa perubahan sosial, terutama pada pola pikir dan perilaku dalam masyarakat. namun disisi lain, generasi muda mulai kehilangan akar budaya dan identitasnya. Terjadilah kemiskinan budaya yang melahirkan pencarian budaya dan praktek budaya asing dari dunia Arab dan Eropa mulai hadir, tak lain suatu penjajahan bagi budaya lokal sehingga gerakan kembali ke budaya (back to culture) sehingga MERDEKA DI NEGERI SENDIRI Dalam Bidang Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya dapat terwujud, karena faktor budaya mempengaruhi dimensi kehidupan manusia lainnya”.


CATATAN AWAL


Masyarakat Adat (baca: suku asli) yang berada di Kabupaten Sorong secara umum disebut dengan istilah masyarakat hukum Adat Moi atau juga suku besar Moi yang terdiri dari 8 komunitas sub suku yaitu; Moi Kelim, Moi Sigin, Moi Klabra, Moi Salkma, Moi Lemas, Moi Maya, Abun Taat dan Abun Jii.

Setiap sub suku memiliki perbedaan yang unit seperti, bahasa dan dialek, makanan pokok termasuk penyebutan terhadap nama pendidikan Adat. Misalnya Moi Kelim dan Moi Sigin menyebut pendidikan Adat dengan nama “Kambik” sementara Moi Klabra, Moi Salkma, Abun Taat dan Abun Jii menyebutnya ”Wun”Pendidikan Adat Wun di tanah Papua hanya dikenal di wilayah Adat Doberay yaitu suku-suku asli yang ada di Sorong Raya dan Manokwari Raya dengan tari khasnya yang disebut Srar.


LAHIRNYA PRIA BERWIBAWA


Pendidikan Adat Wun atau Kambik bagi masyarakat Adat Moi atau oleh suku-suku asli di wilayah Adat Doberay Papua, adalah sarana sosialisasi, revitalisasi struktur nilai budaya dan norma Adat dalam kehidupan atau sebagai sarana transfer pengetahuan dari kaum renta ke generasi muda. Lulus dari pendidikan Adat, siswa didik diberi nama Adat seperti; Findoi, Mowu, Untelem, Tilimai, Swerikbu, dan lain sebagainya.

Setiap nama memiliki makna yang hanya bisa dimengerti oleh para siswa studi Adat. Mereka yang telah mengikuti studi Adat ini dikategorikan sebagai “pria berwibawa”.
Disebut pria berwibawa, karena menurut bahasa Moi Kelim dan Moi Sigin, pria dewasa yang sudah ikut pendidikan Adat disebut dengan istilah nedala atau laki-laki, sementara yang belum ikut pendidikan Adat disebut nelagi atau perempuan atau masih telanjang/ masih anak-anak. Sebagai seorang pria berwibawa alumni pendidikan Adat gunakan tanda pengenal dileher atau tangannya. Mereka dapat bertindak sebagai hakim-hakim Adat dan penasehat Adat.

Mengingat pentingnya posisi mereka dalam masyarakat Mereka maka nama/ gelar yang digunakan harus dijaga. serta berperilaku sesuai prinsip dan norma-norma Adat, bila terjadi kesalahan maka ada sangsi Adat bagi anggota yang sudah ikut penfifikan Adat. Pada hakekatnya pendidikan Adat sebagai suatu pendidikan alternatif ditengah pendidikan moderen, produknya sebuah kekayaan budaya yang dapat diaplikasikan bagi kemajuan jaman.


BEBAS DARI PRASANGKA BURUK


Selama kurung waktu 61 tahun sejak 1964 hingga tahun 2021, pendidikan Adat Wun kembali digelar di kampung Saluk distrik Wemak oleh beberapa Nosa dari sub suku Moi Salkma-Moi Klabra yang berhasil mendidik 203 siswa Adat Pendidikan Adat di tanah Moi atau oleh suku-suku di kepala burung pulau Papua jarang dilakukan karena di masa setelah tahun 1964 di Kalawilis distrik Sayosa muncul pandangan dan penilaian yang negative tentang kegiatan masyarakat Adat ini, dengan label/stigma; kuno, primitif, sesat, kafir/iblis dan lain sebagainya.

Stigma yang negative tentang kegiatan masyarakat Adat tentu merupakan sebuah proses penghancuran identitas masyarakat hukum Adat dan penjajahan kebudayaan dimasa lalu. Proses penghancuran identitas ini bukan hanya terjadi ditanah Moi, tapi dialami juga di semua tempat pada setiap kebudayaan manusia termasuk di tingkat nasional dan dunia.

Pendidikan Adat WUN DI Kampung Saluk distrik Wemak Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya berhasil meluluskan 204 Siswa Adat masa studi 2 Tahun 4 bulan.


PENGAKUAN TERHADAP MASYARAKAT ADAT


Perjuangan panjang masyarakat Adat se-dunia, akhirnya masyarakat Adat mendapatkan penghakuan hak untuk melidungi dan mengembangkan identitan kebudayaannya melalui Konvensi ILO 169 dan puncaknya Keputusan Sidang Umum PBB 23 September 2007 ketika 143 negara menyetujui di sahkannya Deklarasi tentang Hak Kaum Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat di Negara-Negara Merdeka yang semuanya telah diratifikasi oleh pemerintah RI dalam berbagai bentuk Undang-Undang Nasional, terutama sejak reformasi nasional 1998.

Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum Adat dan pemajuan kebudayaanya ditingkat dunia, nasional dan lokal adalah merupakan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), terutama HAM Masyarakat Adat.
Pendidikan Adat Wun dilaksanakan berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi di Kabupaten Sorong, terutama Pasal 18 tentang Hak Atas Spiritualitas dan Kebudayaan, ayat 1-3 serta Surat Keputusan Bupati Kabupaten Sorong Nomor 430/ KEP.135/ VII/ Tahun 2023 tentang Pokok-Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Sorong.

Dalam PERDA Kabupaten Sorong No. 10 Tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Moi Di Kabupaten Sorong, Pasal 18 terkait Hak Atas Spirituan dan Kebudayaan disebutkan bahwa: Masyarakat Hukum Adat Moi berhak

(1) menganut dan mempraktekkan kepercayaan, upacara-upacara ritual yang diwarisi dari leluhurnya. Masyarakat Hukum Adat Moi berhak.

(2) Mengembangkan tradisi, Adat istiadat yang meliputi hukum untuk mempertahankan, melindungi dan mengembangkan wujud kebudayaannya dimasa lalu, sekarang dan yang akan datang.

(3) Menjaga, mengendalikan, melindungi, mengembangkan dan mengaplikasikan pengetahuan tradisional termasuk pendidikan Adat dan kekayaan intelektualnya.

Para guru dalam Pendidikan Adat WUN

MEMANUSIAKAN MANUSIA


Perlindungan, pelestarian dan pemajuan kebudayaan termasuk pendidikan Adat di suatu daerah adalah upaya memanusiakan manusia, suatu penghormatan kepada tanah, manusia dan kebudayaannya. Pendidikan Adat Wun bagi masyarakat Adat dilakukan dengan tujuan;

(1) Menyadarkan generasi muda tentang pentinnya pendidikan Adat Wun dan manfaatnya bagi kehidupan hari ini dan masa depan.

(2) Proses belajar/ transformasi ilmu pengetahuan dari generasi renta ke generasi muda.

(3). Menjaga tradisi sejarah, nilai-nilai budaya dan norma Adat dan memanfaatkannya secara bertanggung jawab untuk hari ini dan masa depan.

(4). Menjaga dan melestarikan hutan, tanah dan sumberdaya alam serta memanfaatkanya secara berkelanjutan.

(5). Terciptanya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat hukum Adat.


CATATAN AKHIR


Pendidikan Adat Wun di Saluk distrik Wemak 2021 berlangsung selama 2 tahun dengan 203 siswa didik, Wun di Luwelala distrik Maudus berlangsung 1 tahun sejak 2024 dengan siswa 24 orang, sementara berlangsung pendidikan Adat Wun di Tarsa distrik Konhir sebagai tuan rumah Nosa (baca; rumpung marga besar) Blongkasiak, dan bersiap-siap Wun Sikofok di Kalawilis Pasa dan nosa berikutnya.

Di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya, Lembaga Masyarakat Adat Malamoi dan Dewan Adatnya ditingkat distrik dengan berpedoman pada peraturan Per-UU yang ada tetap konsisten menjaga nilai-nilai budaya dan warisan budaya agar tetap terjaga ditengah gempuran modernisasi dan perubahan sosial yang terjadi dengan konsistensinya Menjaga Malamoi; jaga manusia, tanah dan sumberda alam, kebudayaan serta jaga kelembagaan Adatnyai. “Wadwe Nha Smut Siwefafe”.


# Penulis adalah: Kabid Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sorong/ Ketua Lembaga Masyarakat Adat Malamoi

height="600"/>

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *