“Perlu kami sampaikan bahwa pemalangan di Kantor Kesbangpol merupakan ekspresi kekecewaan kami berkaitan dengan keputusan-keputusan Pansel yang tidak transparan dan tidak sesuai aturan. Namun kami sangat menyayangkan saat dilakukan mediasi, malah kami tidak dilibatkan” Klois Yable
Sorong, Detikpapua.Net – Koalisi Calon Anggota DPRK KabupatenSorong (Kabsor), menyampaikan protes keras atas pelaksanaan mediasi yang dilakukan di Polres Sorong terkait pemalangan yang terjadi di Kantor Kesbangpol Kabupaten Sorong, Jumat (31/01/2025). Protes disampaikan lantaran koalisi tidak dilibatkan dalam proses mediasi tersebut.
Koordinator koalisi calon anggota DPRK Kabsor, Klois Yable, S.Sos mempertanyakan keterkaitan antara pihak-pihak yang terlibat persoalan dengan pihak yang dihadirkan dalam mediasi. Pasalnya, pihak yang semestinya berkepentingan dalam hal ini koalisi calon anggota DPRK Kabsor justru tidak dihadirkan. Hal ini, tentu tidak akan menyelesaikan persoalan yang terjadi, malah sebaliknya membuat semakin rumit.
Klois menjelaskan, palang di kantor Badan Kesbangpol Kabupaten Sorong, yang menjadi isu utama dalam proses mediasi, merupakan dampak dari dugaan dugaan kecurangan yang dilakukan panitia seleksi (Pansel) DPRK Kabupaten Sorong, yang tidak melaksanakan setiap tahapan sesuai aturan main dan petunjuk teknis yang ada.
Sebagai pihak yang merasa dicurangi dan diperlakukan tidak adik, pihaknya mengambil inisiatif memalang kantor dengan maksud agar aspirasi mereka bisa didengar. Namun, anehnya dalam proses mediasi, pihaknya justru tidak dilibatkan, sehingga persoalan dasar yang menjadi penyebab pemalangan tidak terselesaikan dengan baik.
“Perlu kami sampaikan bahwa pemalangan di Kantor Kesbangpol merupakan ekspresi kekecewaan kami berkaitan dengan keputusan-keputusan Pansel yang tidak transparan dan tidak sesuai aturan. Namun kami sangat menyayangkan saat dilakukan mediasi, malah kami tidak dilibatkan,” ujar Klois saat menggelar jumpa pers, bersama rekan-rekan calon anggota DPRK Kabsor, Jumaat (31/01/2025).
Pada kesempatan itu, Klois juga mempertanyakan status perwakilan LMA dan dewan adat yang dihadirkan dalam proses mediasi, yang menurutnya tidak berkaitan langsung dengan akar persoalan. Kehadiran LMA dan dewan adat justru memperunyam situasi, karena dipastikan tidak berada pada posisi sebagai penengah antar Pansel dan calon anggota DPRK maupun dalam konteks antar sesama masyarakat adat sendiri.
Ia juga menyoroti sikap Pansel ataupun pihak yang menjadi mediator atas keputusan tidak mengundang pihaknya, padahal sudah diketahui secara jelas bahwa palang yang ada di Kantor Kesbangpol dilakukan oleh koalisi calon anggota DPRK Kabsor dalam hal ini dirinya bersama rekan-rekan yang lain.
Sebaliknya, kata Klois sikap tersebut justru menimbulkan pertanyaan dan menguatkan dugaan pihaknya terkait hal yang sebenarnya tidak beres yang telah dilakukan oleh Pansel. Menurutnya Pansel sebenarnya tidak mau pihaknya dihadirkan dalam proses mediasi karena takut dimintai klarifikasi dan pertanggungjawaban terkakit sejumlah dugaan kecurangan yang terjadi dalam proses seleksi.
“Pansel hanya mengundang dewan adat dan LMA ke Polres untuk menyelesaikan persoalan, yang jadi pertanyaan memangnya yang bermasalah dewan adat dan LMA?, ini kan lucu, kami yang terlibat langsung dalam persoalan tidak dilibatkan lalu bagaimana persoalan bisa selesai. Atau Pansel takut kami mintai klarifikasi dan pertanggungjawaban atas proses seleksi yang penuh kecurangan, saya kira intinya disitu,” tegas Yable.
Klois kembali menekankan palang di kantor Kesbangpol sebagai ekspresi kekecewaan atas kinerja Pansel yang berjalan jauh dari aturan. Pihaknya, sebut dia, tidak akan duduk berkompromi untuk memuluskan niat busuk tersebut. Pihaknya tetap berteguh pada tuntutan yakni dilakukannya seleksi ulang, atau pleno ulang untuk penetapan calon terpilih secara terbuka dan melibatkan Pj gubenur, Pj bupati, dewan adat, LMA dan semua calon.
“Kami sudah siapkan langkah hukum, kami akan menggugat Pansel di PTUN hingga kami mendapatkan keadilan,” ungkapnya sembari menambahkan pihaknya tidak mempersoalkan atau menyalahkan para kandidat terpilih, tapi menggugat proses yang dilakukan Pansel agar kedepan hal tersebut tidak menjadi preseden buruk dalam proses perekrutan DPRK jalur pengangkatan di Kabupaten Sorong.
Sementara, Sekretaris Koalisi yang juga sebagai Kepala Kesekretariatan LMA Malamoi Abraham M. Klasa SS menyayangkan proses mediasi yang tidak melibatkan pihaknya, padahal pihaknya merasa dirugikan akibat ulah Pansel. Klasa juga menyinggung soal kehadiran Ketua LMA Malamoi Silas O. Kalami dalam mediasi yang menurutnya tidak menghargai etika dan prosedur organisasi, karena tidak melalui tahapan rembuk bersama dalam semangat kolektif kolegial bersama pengurus yang lain.
Klasa menekankan, dalam kapasitas sebagai ketua LMA, Silas Kalami mestinya berdiri sebagai penengah dan tidak membela atau mendiskreditkan pihak tertentu. Apalagi, dalam konteks ini yang telibat dalam persoalan adalah anak-anak Moi sendiri, mestinya Ketua LMA harus bertindak adil, arif dan bijaksana, sehingga langkah yang diambil tidak justru menimbulkan kecemburuan yang berakibat fatal pada terjadinya keretakan diantara sesama anak-anak Moi.
“Perlu saya sampaikan bahwa saya adalah sekretaris aktif LMA Malamoi, kita ini kan 1 lembaga harus saling berkoordinasi, rembuk bersama sehingga kita merasa dihargai. Berikutnya tolong hargai kami sub suku Moi Sigin, karena kami juga bagian dari suku besar Malamoi, kalau mau suku ini utuh harus saling menghargai, kalau tidak nanti kita ribut terus, bisa saja kami bikin pernyataan keluar dari Suku Moi dan hanya menggunakan Suku Sigin saja,” tegas Klasa.
Klasa mengakhiri penyampaiannya dengan menyebut keluarga besar sub suku Moi Sigin merasa tidak terima karena diperlakukan tidak adil. Pasalnya sub suku lain yang memiliki cakupan wilayah cenderung lebih kecil ada keterwakilan, sedangkan Moi Sigin yang meliputi 4 distrik sekaligus sama sekali tidak diakomodir dalam DPRK yang ditetapkan Pansel.